Makalah
“PENGOLAHAN
LIMBAH PETERNAKAN”
Oleh:
HUSAIN FURQAN ABUSARI
NIM: 621414065
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat
Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat taufik
dan hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Adapun Judul dari makalah ini “Pengolahan Limbah Ternak”
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun
berkat bantuan serta bimbingan dari dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Ternak,
serta bantuan berbagai pihak, maka akhirnya penyusunan laporan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca
umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
Gorontalo,
April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk
dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha
peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan
bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana
usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi
sumber pencemaran.
Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi,
maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan
perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan
permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan
memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha
tersebut.
Sistem peternakan terpadu merupakan sistem
peternakan efektif yang dapat diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan
sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi lebih efisien dan menguntungkan
bagi peternak.
Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur
(layer) dan ayam pedaging (broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua
macam pula. Pertama kotorannya, yang murni tanpa tercampur sekam, dan
bermanfaat sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi dibanding
pupuk kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai.
Limbah kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate
ayam.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan
usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah
dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga
terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas
peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak
dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik
berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi
di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan
perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain
berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini
diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga
karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan,
sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
cara mengelola peternakan dan limbahnya?
2. Apa
saja limbah yang ada pada limbah peternakan ayam?
3. Bagaimana
cara menangani limbah yang tepat?
4. Bagaimana
mengolah limbah agar dapat bermanfaat?
5. Bagaimana
cara memanfaatkan limbah peternakan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
penanganan dan pemanfaatan limbah peternakan khususnya ayam petelur serta
sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengolahan
Limbah Peternakan.
BAB II
PENGELOLAAN PETERNAKAN DAN LIMBAHNYA
2.1 Pengertian Sistem Peternakan dan Limbah Peternakan
Sistem peternakan terpadu merupakan
sistem peternakan efektif yang dapat diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan
sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi lebih efisien dan menguntungkan
bagi peternak.
Definisi sistem peternakan adalah
satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan
hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja.
Secara harfiah, peternakan dapat diartikan sebagai upaya budidaya hewan ternak
demi memenuhi kebutuhan pangan. Ditinjau dari komoditasnya, apabila ditinjau
dari ilmu yang membangunnya, peternakan dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard
sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu
dasar, terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.
Limbah ternak adalah sisa buangan
dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah
potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut
meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan,
embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan
lain-lain.
Menurut Soehadji (1992), limbah
peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan
baik berupa limbah padat, cairan dan gas maupun sisa pakan. Limbah padat
merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran
ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan hewan). Limbah cair
adalah semua limbah yang berbentk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau
urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah
berbentuk gas atau dalam fase gas.
2.2 Sistem Pengelolaan Peternakan Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam-ayam betina
dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur
adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara
serta dapat bertelur cukup banyak.
Ayam-ayam petelur unggul yang ada
sangat baik dipakai sebagai plasma nutfah untuk menghasilkan bibit yang
bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari pemotongan ayam petelur merupakan hasil
sampingan yang dapat diolah menjadi pupuk kandang, kompos atau sumber energi
(biogas). Sedangkan seperti usus dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai pakan
ternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga dalam
upacara keagamaan.
·
Syarat lokasi yang baik untuk budidaya
ayam petelur adalah :
-
Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan
penduduk
-
Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat
pemasaran
-
Lokasi terpilih bersifat menetap dan
tidak berpindah-pindah
v Pedoman
teknis beternak ayam petelur antara lain :
A. Penyiapan
Sarana dan Peralatan
1. Kandang
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam
petelur meliputi persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-350C,
kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan dan pemanasan kandang sesuai
dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi
dan tidak melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik.
Jangan membuat kandang dengan permukaan
lahan yang berbukit karena menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran
air permukaan jika turun hujan. Sebaiknya kandang dibangun dengan sistem
terbuka agar hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang. Untuk
konstruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat,
bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan kandang hendaknya disediakan
selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat minum, tempat air, tempat
ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat penerangan.
·
Bentuk-bentuk kandang berdasarkan
sistemnya dibagi menjadi dua, yaitu :
-
Sistem kandang koloni, satu kandang
untuk banyak ayam yang terdiri dari ribuan ekor ayam petelur.
-
Sistem kandang individual, kandang ini
lebih dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh
individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang
untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam peternakan ayam
petelur komersial.
·
Jenis kandang berdasarkan lantainya
dibagi menjadi tiga, yaitu:
-
Kandang dengan lantai litter, kandang
ini dibuat dengan lantai yang dilapisi sekam padi dan kandang ini umunya
diterapkan pada kandang sistem koloni
-
Kandang dengan lantai kolong berlubang,
lantai untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu kaso dengan lubang-lubang
diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke tempat
penampungan.
-
Kandang dengan lantai campuran litter
dengan kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas
litter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan
dan 30% di kiri).
2. Peralatan
-
Litter (alas lantai)
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka
tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walaupun angin
kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari sekam
dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasil serutan kayu dengan
panjang antara 3-5 cm untuk pengganti sekam.
-
Tempat bertelur
Penyediaan tempat bertelur agar mudah diambil telur
dan kulit telur tidak kotor. Dapat dibuatkan kotak ukuran 30x35x45 cm yang
cukup untuk 4-5 ekor ayam. Kotak diletakkan di dinding kandang dengan lebih
tinggi dari tempat bertengger, penempatannya agar mudah pengambilan telur dari
luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta dimakan. Dasar tempat
bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung keluar sarang setelah
bertelur dan dibuat lubang yang lebih besar dari besar telur pada dasar sarang.
-
Tempat bertengger
Dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh
kelantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari
angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur,tempat makan,minum dan
tempat grit.
-
Tempat makan dan minum
Bahannya dari bambu, aluminium atau apa saja yang
kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat
v Penyiapan
Bibit
Ayam
petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu:
-
Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat
fisiknya
-
Pertumbuhan dan perkembangan normal
-
Ayam petelur berasal dari bibit yang
diketahui keunggulannya.
Ada
beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken), yaitu:
-
Anak ayam (DOC) berasal dari induk yang
sehat
-
Bulu tampak halus dan penuh serta baik
pertumbuhannya
-
Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya
-
Anak ayam mempunyai nafsu makan yang
baik
-
Ukuran badan normal, ukuran berat badan
antara 35-40 gram
-
Tidak ada letakan tinja di tubuhnya
1. Pemilihan
Bibit
Penyiapan bibit ayam petelur yang berkriteria baik
dalam hal ini tergantung sebagai berikut:
·
Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum
yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering
disebut dengan ransum perkilogram telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah
ransum dan menhasilkan telur yang lebih besar dari sejumlah ransum yang
dimakannya. Jika ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur sedikit maka hal
ini merupakan cermin buruk bagi ayam itu.
·
Produksi Telur
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian.
Dipilih bibit yang dapat memproduksi telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap
utama sebab ayam yang produksi telurnya tinggi tetapi makannya banyak juga
tidak menguntungkan.
·
Prestasi Bibit di Peternakan
Apabila kedua hal di atas telah baik maka kemampuan
ayam untuk bertelur hanya dalam sebatas kemampuan bibit itu.
v Pemeliharaan
·
Sanitasi dan Tindakan Preventif
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal
peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya
dibutuhkan tenaga yang terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan
vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari
poultry shoup.
·
Pemberian Pakan
Untuk pemberian pakan ayam petelur ada dua fase
yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
Kualitas
dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
-
Kualitas atau kandungan zat gizi pakan
terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%,
phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 kcal.
-
Kuantitas pakan terbagi menjadi 4
golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua
(umur 8-14 hari) 43 gram/ekor/hari; minggu ketiga (umur 15-21 hari) 66
gram/ekor/hari dan minggu keempat (umur 22-29 hari) 91 gram/ekor/hari. Jadi
jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai umur empat minggu sebesar 1.520
gram.
Kualitas
dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:
-
Kualitas atau kandungan zat gizi pakan
terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%;
phospor (P) 0,7-0,7% dan ME (energi) 2900-3400 kcal.
-
Kuantitas pakan digolongkan dalam empat
golongan umur, yaitu: minggu kelima (umur 30-36 hari) 111 gram/ekor/hari;
minggu keenam (umur 37-43 hari) 129 gram/ekor/hari; minggu ketujuh (umur 44-50
hari) 146 gram/ekor/hari dan minggu kedelapan (umur 51-57 hari) 161
gram/ekor/hari. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah
3.829 gram.
·
Pemberian Minum
Pemberian minum disesuaikan dengan umur ayam, dalam
hal ini dikelompokkan dalam dua fase, yaitu:
a) Fase
starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing
minggu, yaitu:
-
Minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7
liter/hari/100 ekor
Jadi jumlah air minum
yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor.
Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat
anti stress kedalam air minumnya. Banyak gula yang diberikan adalah
50gram/liter air.
b) Fase
finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu, yaitu:
-
Minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7
liter/hari/100 ekor
-
Minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1
liter/hari/100 ekor. Jadi total air minum umur 30-57 hari sebanyak 333,4
liter/hari/ekor.
v Pemberian
Vaksinasi dan Obat
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian
penyakit virus yang menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh.
Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
-
Vaksin aktif adalah vaksin mengandung
virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih lama dari pada vaksin
inaktif/pasif.
-
Vaksin inaktif adalah vaksin yang
mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur
antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih
pendek, keuntungannya disuntikkan pada ayam yang diduga sakit.
Macam-macam
vaksin:
-
Vaksin NCD virus Lasota buatan Drh
Kuryna
-
Vaksin NCD virus Komarov buatan Drh
Kuryna (vaksin inaktif)
-
Vaksin NCD HB-1/Pestos
-
Vaksin cacar/pox, virus diftose
-
Vaksin anti RCD Vaksin Lyomarex untuk
marek
Persyaratan
dalam vaksinasi adalah:
-
Ayam yang divaksinasi harus sehat
-
Dosis dan kemasan vaksin harus tepat
-
Sterilisasi alat-alat
v Pemeliharaan
Kandang
Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif,
maka bangunan kandang selalu dibersihkan dan dicek jika ada bagian yang rusak
supaya segera diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa
maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
v Panen
1. Hasil
Utama
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa
telur yang dihasilkan oleh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari.
Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur yang disebabkan oleh virus dapat
dikurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-11.00;
pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga sambil mengecek seluruh
kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.
2. Hasil
Tambahan
Hasil tambahan yang dapat dinikmati dari hasil
budidaya ayam petelur adalah daging dari ayam yang telah tua (afkir) dan
kotoran yang dapat dijual untuk dijadikan pupuk kandang.
3. Telur
yang dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray (nampan telur). Dalam
pengambilan dan pengumpulan telur, petugas pengambil harus langsung memisahkan
antara telur yang normal dengan yang abnormal. Telur normal adalah telur yang
oval,bersih dan kulitnya mulus serta
beratnya 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal misalnya
telur kecil atau terlalu besar,kulitnya retak atau keriting dan bentuknya
lonjong.
4. Setelah
telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena litter atau tinja ayam
dibersihkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan dengan amplas besi
yang halus, dicuci secara khusus atau dengan cairan pembersih. Biasanya
pembersihan dilakukan untuk telur tetas.
2.3 Sistem Pengelolaan Limbah Peternakan
Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sanggat
dipengaruhi oleh teknik pengelolaan yang dilakukan.
Teknik
pengelolaan limbah meliputi:
-
Teknik pengumpulan (collections)
-
Pengangkutan (transport)
-
Pemisahan (separation)
-
Penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal)
2.3.1 Teknik Pengumpulan
Arah kemiringan kandang dibuat agar pada saat
dibersihkan dengan air, limbah mudah mengalir menuju ke parit. Kemudian limbah
ternak berbentuk cair tersebut dikumpulkan di ujung parit untuk kemudian
dibuang.
Pada kandang sistem feedlots terbuka, sebagian besar
limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka di depan kandang, lantai pada
lokasi ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan
tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai digunakan
pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat
penampungan.
Ada 3 cara mendasar pengumpulan limbah:
-
Scraping, yaitu mmembersihkan dan
mengumpulkan limbah dengan cara menyapu atau mendorong (dengan sekop atau alat
lain) limbah.
-
Free-fall, yaitu pengumpulan limbah
dengan cara membiarkan limbah tersebut jatuh bebas melewati penyaring atau
penyekat lantai kedalam lubang pengumpul di bawah lantai kandang.
-
Flushing, yaitu pengumpulan limbah
menggunakan air untuk mengangkat limbah tersebut dalam bentuk cair.
1. Scraping
Scraping
diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh para
peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik. Pada
dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam
yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan
maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan.
Cara
manual, biasa dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu untuk
membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kanndang atau di
tempat-tempat fasilitas kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk
membersihkan limbah padat yang melekat di dinding dan sukar larut dalam air
sehingga tidak dapat dialirkan. Cara ini digunakan terutama untuk pekerjaan
yang membutuhkan tenaga kerja banyak dan sebagai penyempurnaan sistem
pengelolaan limbah peternakan.
Sistem
mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual, hanya saja pada
sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan tetap. Contoh alat
yang digunakan: Front-end Loader, yaitu mesin yang alat pembersih atau
penyedoknya terletak di bagian depan. Alat jenis ini biasanya digunakan untuk
membersihkan dan mengumpulkan limbah dari permukaan lantai kandang ketempat
penampungan, untuk disimpan atau diangkut dengan kereta dan disebar ke ladang
rumput.
Keuntungannya
dari cara ini adalah mempermudah pengumpulan limbah dan efisiensi waktu,
sedangkan kelemahannya diperlukannya tenaga operator dan selama digunakan
sering terjadi penimbunan limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan
pencemaran udara dan sebagai tempat berkembangnya lalat.
2. Free-Fall
Pengumpulan
limbah peternakan dengan sistem free-fall dilakukan dengan membiarkan limbah
melewati penyaring dan penyekat lantai dan masuk ke dalam lubang penampung.
Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan
hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci, dan ternak jenis lain.
Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar seperti sapi dan babi.
Ada
dua sistem free-fall, yaitu:
-
Penyaring lantai (screened floor)
-
Penyekat lantai (slotled floor)
·
Screened floor
Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan
kawat kasa atau besi gril yang berukuran mes lebih besar dan rata. Penggunaan
kawat kasa sangat memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya
dan memudahkan limbah dapat dikeluarkan. Digunakan pada kandang ayam sistem
cage,babi dan pedet.
·
Slotled floor
Salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang
dipasang dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya
mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Lubang dibawah lantai merupakan
tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk kemudian limbah diolah
dan digunakan. Dapat dibuat dari bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi
plat.
Keuntungannya dari sistem ini adalah lantai sistem
sekat dapat meningkatkan sanitasi dan mengurangi tenaga kerja untuk
membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga memisahkan ternak dari limbahnya
sehingga lingkungan menjadi bersih. Penggunaan sekat ini adalah mengurangi
biaya gabungan antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter).
3. Flushing
Pengumpulan limbah
dengan cara flushing meliputi prinsip kerja:
-
Penggunaan parit yang cukup untuk
mengalirkan air yang deras untuk mengangkut limbah
-
Kecepatan aliran yang tinggi
-
Pengangkutan limbah dari kandang
Sistem flushing telah digunakan sejak
tahun 1960-an dan menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk
pengumpulan limbah. Keuntungan cara ini adalah biaya lebih murah, bebas dari
pemindahan limbah dan sama sekali tidak membutuhkan perawatan dan mudah
dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama.
Perlengkapan flushing harus kuat,
sederhana, mudah dioperasikan dan tahan karat, mudah pemasangannya pada
bangunan, tidak memakan tempat, dan harus dapat dipakai juga untuk mengangkut
air pada kapasitas tertentu untuk setiap durasi flushing.
2.3.2 Pengangkutan ( transport )
Cara
pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik
aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada terutama umur dan
jenis ternak dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Cara
pengangkutan limbah yang dikumpulkan menggunakan cara scraping berbeda dengan
yang menggunakan flushing.
Sobel
(1956) dan Merkel (1981) mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah
berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
-
Semi solid (semi padat)
-
Semi liquid (semi cair)
-
Liquid (cair)
·
Limbah peternakan semi padat
Limbah
yang berbentuk semipadat tidak dapat dialirkan tanpa bantuan penggerak secara
mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket) dan sangat berat untuk
dipindahkan dan membutuhkan periode waktu yang lama.
·
Limbah peternakan semi cair
Limbah
semi cair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran dengan air dan
bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah dialirkan tanpa
bantuan mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang. Limbah
semicair biasanya mengandung 5-15% bahan kering (total solid concentrations)
dan diklasifikasikan sebagai slurry.
·
Limbah peternakan cair
Limbah
peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan yang pada
umumnya mengandung bahan kering kurang dari 5% dan berasal dari aliran kandang
feedlot, efluen dari sistem pengolahan dan kamar susu. Karakteristik alirannya
hampir sama dengan aliran air dan susu.
Ada dua sistem pengangkutan limbah
peternakan, yaitu:
-
Pengangkutan secara mekanik untuk limbah
padat dan semipadat
-
Pengangkutan dengan air (hydraulic
transport) untuk limbah cair dan semi cair
·
Pengangkutan secara mekanik
Limbah peternakan yang berbentuk padat atau
semipadat dapat diangkut secara mekanik menggunakan alat konveyor atau pompa
penyedot. Untuk tujuan pengangkutan limbah peternakan pada umumnya menggunakan
chain konveyor. Conveyor ini sangat cocok untuk limbah peternakan karena selain
biayanya yang murah juga sederhana, mudah dibuat, dan sangat operasional untuk
berbagai kondisi. Bentuk spesifik conveyor untuk penangnan limbah ternak adalah
scraper conveyor. Alat jenis ini sering digunakan untuk membersihkan parit dan
alley kandang.
Sistem lain pengangkutan limbah peternakan secara
mekanik adalah menggunakan pompa penyedot yang terdiri atas pipa penghisap
berukuran besar yang digunakan untuk menggerakan cairan atau padatan melalui
pipa ke kolam penampungan.
Ada dua tipe pompa penyedot, yaitu hollow piston
pump, digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah peternakan cair, dan
solid piston pump, digunakan untuk mengangkut limbah peternakan semi padat.
·
Pengangkutan limbah dengan sistem aliran
Pada pengangkutan
sistem ini dikategorikan ada beberapa tipe aliran, yaitu:
-
Steady flow, tipe aliran yang terjadi
tidak mengalami perubahan karena waktu dan aliran relatif konstan.
-
Varied flow, tipe aliran yang kecepatan
berubah-ubah bergantung pada kondisi pada waktu tertentu.
-
Uniform flow, tipe aliran ini terjadi
apabila tidak ada perubahan kecepatan pada arah aliran secara spontan.
-
Non-uniform flow, tipe ini terjadi
apabila kecepatan aliran bervariasi antara tempat yang satu dengan yang lain
secara spontan.
Bentuk
saluran pengangkutan limbah terdiri atas bentuk saluran terbuka yaitu saluran
yang bagian permukaanya tampak terlihat dan bentuk saluran yang tertutup.
Bentuk saluran yang tertutup pada umumnya menggunakan pipa yang terbuat dari
bahan logam atau PVC.
BAB III
BERBAGAI LIMBAH DARI PETERNAKAN AYAM
Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam
pedaging (broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula. Pertama
kotorannya, yang murni tanpa tercampur sekam, dan bermanfaat sebagai pupuk.
Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi dibanding pupuk kotoran ternak
lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai. Limbah kedua, berupa induk
ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate ayam.
Limbah
peternakan ayam pedaging hanyalah litter (alas kandang), berupa sekam padi yang
tercampur kotoran ayam. Nilai kotoran ayam pedaging sangat rendah. Penampungnya
para nurseri tanaman hias, dan pengusaha tabulampot (tanaman buah dalam pot),
sebagai media tanam. Limbah pemotongan ayam pedaging, sama sekali tidak punya
nilai, dan hanya mencemari lingkungan. Dengan pengolahan yang tepat, limbah
berupa bulu dan kotoran ayam pedaging, masih bisa bermanfaat sebagai
pupuk organik.
Untuk
mendukung dua jenis peternakan ini, diperlukan pula unit pembibitan ayam
(breeding farm). Di Indonesia breeding farm, hanyalah memroduksi final stock,
sebagai ayam petelur maupun pedaging. Induk ayam final stock adalah parent
stock (ayam induk), yang dihasilkan dari grand parent (ayam nenek), serta
grand-grand parent (ayam buyut), berupa galur murni. Ayam nenek, masih harus
diimpor terutama dari AS. Breeding farm produsen final stock, membeli grant
parent dari breeding farm besar, yang mengimpor grant parent dari luar negeri.
Meskipun akan
dipanen telurnya, ayam induk dalam sebuah breeding farm, dipelihara seperti
halnya ayam pedaging, menggunakan kandang koloni, dengan alas litter. Bukan
dalam kandang baterai. Sebab agar telur itu fertil, induk ayam dipelihara
jantan, dan betina dengan rasio 1 : 9. Tiap pagi telur yang akan ditetaskan,
dan dipasarkan sebagai anak ayam umur sehari (DOC, day old chick), harus
diambil dari lantai kandang litter. Masa pemeliharaan ayam induk sekitar dua
tahun.
Limbah
breeding farm lebih bervariasi dibanding limbah peternakan ayam petelur dan
pedaging. Pertama, pada umur antara 4 sd. 6 bulan, ayam jantan akan dikurangi,
hingga rasionya menjadi 1 : 9. Bersaman dengan itu, juga akan diseleksi pula
ayam banci, baik ayam betina yang berperilaku seperti jantan, atau sebaliknya.
Hasil seleksi ayam jantan dan ayam banci, ini bernilai cukup tinggi. Daging
ayam seleksi breeding farm masih sangat empuk, sementara bobotnya bisa mencapai
4 sampai 5 kg per ekor.
Sebelum masuk
mesin tetas, telur peternakan breeding farm akan diseleksi bentuk, dan ukurannya.
Yang bentuknya terlalu bulat atau terlalu memanjang, ukurannya terlalu kecil
atau terlalu besar, harus diafkir. Tiga hari setelah masuk mesin tetas, telur
kembali diseleksi. Telur yang fertil (akan menetas) kembali mesuk mesin. Telur
yang infertil (tidak terbuahi) kondisinya masih sangat baik, hingga layak
konsumsi. Penampung telur afkir, ini terutama para produsen kue.
Setelah masa
produksi selama dua tahun, ayam induk juga akan diafkir. Sama dengan ayam
petelur afkir, ayam induk afkir akan ditampung oleh para pedagang sate ayam.
Setelah kandang breeding farm dikosongkan, litter juga harus diganti. Litter
dari breeding farm bernilai lebih tinggi dibanding litter broiler, sebab volume
kotorannya lebih banyak, akibat masa pemeliharaan selama 2,5 tahun (0,5 tahun
pembesaran, 2 tahun produksi). Volume kotoran pada litter ayam pedaging lebih
kecil, sebab masa pemeliharaan broiler kecil (1 kg), hanya 40 hari, dan
broiller besar (1,5 kg), hanya 60 hari.
Telur yang
tidak menetas juga merupakan limbah yang masih bernilai ekonomis, sebagai pakan
ikan. Selain telur yang tidak menetas, pada breeding farm, peternakan broiler
maupun layer, akan selalu ada ayam mati. Prosentase mortalitas yang masih bisa
ditolerir maksimal 2%. Kalau satu angkatan breeding farm, atau ayam petelur ada
3.000 ekor, maka selama 2,5 tahun pemeliharaan rata-rata akan ada 60 ekor ayam
mati. Pada peternakan broiler, jumlah ayam mati akan lebih banyak lagi. Sebab
masa pemeliharaannya yang pendek.
Sama halnya
dengan telur yang tidak menetas, limbah ayam mati juga masih sangat ekonomis
sebagai pakan ikan, termasuk belut. Limbah ayam mati ini sebaiknya dibakar
terlebih dahulu, dipotong-potong atau dibedah perutnya, baru dimasukkan ke
dalam kolam. Ada pula yang mengambil dagingnya, digiling dengan dedak, dan
karbohidrat (jagung, singkong), dan menjadikannya pelet, atau dikukus dan
langsung dijadikan pakan ikan.
Selain
beberapa limbah yang telah dijelaskan di atas dalam peternakan ayam terdapat
juga limbah dalam bentuk gas, yaitu amonia. Amonia ini tidak hanya mencemari
lingkungan saja tetapi juga dapat mengakibatkan produktivitas ternak menurun
dan mengganggu kesehatan manusia sehingga berakibat usaha peternakan tersebut
bisa ditutup jika tidak ditangani dengan benar.
BAB IV
PENANGANAN LIMBAH TERNAK AMONIA
4.1 Pengertian Amonia
Amonia
adalah senyawa kimia dengan rumus NH3.
Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan
kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia
masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup,
dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus
disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak
adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan
amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah.
Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan
tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau
amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut
diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi
tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat
amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki
konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb
= 4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa = 9.25).
4.2 Dampak Gas Amonia
Masalah bau kandang (bau kotoran,) di peternakan ayam memang
menjadi salah satu beban para peternak dari dulu hingga sekarang. Bagaimana
tidak, bau kandang bisa menyebabkan timbulnya masalah sosial, khususnya untuk
kandang yang dekat dengan hunian/perumahan. Beberapa peternakan bahkan terancam
ditutup karena masalah bau kandang ini memicu ketidaknyamanan masyarakat
sekitar, seperti bau yang tidak sedap, banyaknya lalat, dsb. Belum lagi dengan
munculnya berbagai penyakit pernapasan yang menimpa ayam akibat dipicu oleh bau
kandang tersebut.
4.2.1 Gas Utama Penyebab Bau Kandang
Kandang
yang berbau menyengat utamanya bersumber dari gas amonia (NH3) yang
dihasilkan kotoran ayam. Meski sebenarnya dari kotoran ayam bisa terurai gas
beracun lain seperti H2S, CO2, dan metana, namun di
antara gas beracun tersebut yang paling banyak menimbulkan masalah bagi
kesehatan dan produktivitas ayam, serta pemukiman adalah amonia. Menurut
Rachmawati (2000), dalam satu hari seekor ayam rata-rata bisa mengeluarkan
kotoran sebanyak 0,15 kg, dan dari total kotoran tersebut biasanya terkandung
nitrogen 2,94%. Sisa nitrogen inilah yang nantinya akan menjadi sumber amonia.
Pada dasarnya,
nitrogen dalam metabolisme protein makhluk hidup diekskresikan ke luar tubuh
dalam dua bentuk senyawa kimia, yaitu urea atau asam urat. Jika masih berbentuk
asam urat, nitrogen akan didekomposisi (diubah bentuknya) terlebih dahulu
menjadi senyawa urea oleh bakteri ureolitik di lingkungan. Adanya kelembaban
yang tinggi dan suhu yang relatif rendahlah yang akan membuat urea-urea yang
mengandung nitrogen tadi akhirnya terurai menjadi gas amonia dan CO2.
Selain faktor
suhu dan kelembaban, menurut Setiawan (1993) ada faktor lain yang turut serta
meningkatkan akumulasi gas amonia, di antaranya akibat sirkulasi udara dalam
kandang yang tidak lancar, populasi ayam yang terlalu padat, serta pemeliharaan
ayam pada kandang postal dengan manajemen litter yang kurang baik
(kotoran ayam menumpuk hingga berminggu-minggu, padahal alas kandangnya tipis
dan sudah sangat lembab/belum diganti atau ditambah litter baru).
Tingginya
produksi gas amonia yang berasal dari kotoran selama ini juga menjadi indikator
bahwa proses pencernaan nutrisi di dalam tubuh ayam kurang optimal atau adanya
pemberian protein ransum berlebih, sehingga tidak semua nitrogen diserap
sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai asam urat lewat kotoran
(Pauzenga, 1991).
4.2.2 Amonia Kaitannya Dengan Global Warming
Jika menelisik lebih jauh lagi, ternyata masalah amonia di
peternakan ini telah menjadi isu dunia sejak lama. Laporan yang dirilis oleh Watch
Magazine (2009) menyatakan bahwa sektor peternakan bertanggung jawab atas
51% kejadian pemanasan global (global warming) dunia, di mana salah
satunya disebabkan oleh cemaran gas amonia. Selain itu, sektor peternakan juga
dilaporkan ikut menyumbang sekitar 64% gas amonia dari total amonia yang ada di
atmosfer. Dan dari sekian banyak usaha peternakan, ternyata peternakan unggas
berada di peringkat kedua terbesar penyumbang gas amonia.
Di atmosfer,
amonia menyebabkan semakin menipisnya lapisan ozon. Gas tersebut juga
dioksidasi menjadi nitrit secara terus menerus hingga bisa mengakibatkan hujan
asam dan salju asam, merusak hutan, danau, mata air, ekosistem pesisir pantai
dan tanah, serta membantu terjadinya pelepasan logam berat ke dalam air tanah.
Menurut data
Direktorat Jendral Peternakan (2012), besarnya sumbangan gas amonia ke udara
ini berbanding lurus dengan pertambahan populasi ayam di dunia. Misalnya saja,
pada tahun 2011 populasi ayam petelur Indonesia ada sebanyak 110.300.000 ekor.
Jika diasumsikan kotoran ayam petelur/ ekor/hari adalah 10 gram, maka produksi
kotorannya keseluruhan adalah 1.103.000 kg/hari. Jika diperkirakan dari 100
gram kotoran tersebut dihasilkan 0,54 ppm amonia, maka total keseluruhan amonia
yang dibuang ke udara adalah 5.956.200 ppm/hari. Sungguh angka yang luar biasa.
Kadar amonia ini otomatis akan meningkat sesuai dengan pertambahan populasi
ayam.
Berdasarkan
contoh perhitungan tersebut tentunya bisa dibayangkan besarnya dampak negatif
yang ditimbulkan. Maka dari itu, tidak heran jika para praktisi menyimpulkan
sektor peternakan, seperti peternakan ayam memiliki potensi besar mencemari
lingkungan. Meski demikian, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa usaha
peternakan ayam yang kita kelola masih sangat berperan penting dalam memenuhi
kebutuhan protein hewani masyarakat sehingga kita sebagai peternak wajib
meminimalisasi produksi gas amonia.
4.2.3 Amonia Kaitannya Dengan Kesehatan Ternak
Selain ikut berpartisipasi menyebabkan pemanasan global, sebagai
besar dari kita tahu bahwa gas amonia mempunyai daya iritasi tinggi bagi
ternak, terutama ternak ayam, sehingga bisa memicu infeksi penyakit pernapasan
dan menurunkan produktivitas ternak. Beberapa pengaruh gas amonia seperti
tercantum pada Tabel di bawah ini.
Kadar Amonia ( ppm )
|
Gejala Atau Pengaruh Yang Ditimbulkan
|
5
|
Kadar paling rendah yang tercium baunya
|
6
|
Mulai timbul iritasi pada mukosa dan saluran pernafasan
|
11
|
Penurunan Produktivitas ayam
|
25
|
Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam
|
35
|
Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 10 menit
|
40
|
Mulai menyebabkan sakit kepala,mual, dan hilang nafsu makan pada manusia
|
50
|
Penurunan drastis produktivitas ayam dan juga terjadi pembengkakan Bursa
Fabricius
|
4.3 Dampak Negatif Lain Yang Ditimbulkan Amonia
·
Mengganggu mekanisme pertahanan pada saluran
pernapasan ayam
Pada level 20
ppm, amonia bisa mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia
atau bulu getar) dan desiliosis (kerusakan silia), dan akhirnya merusak
mukosa saluran pernapasan ayam. Akibatnya, ayam mudah terserang penyakit
pernapasan karena silia dan mukosa saluran pernapasan merupakan gerbang
pertahanan pertama yang dimiliki ayam. Hal senada dilaporkan oleh Miles (2002)
bahwa ayam-ayam yang terpapar amonia selama masa brooding menjadi rentan
terserang penyakit ND dan lebih sulit melawan infestasi bakteri E. coli
di saluran pernapasan karena rusaknya silia dan mukosa di lokasi tersebut.
·
Membuat ayam
mengalami hipoksia
Gas amonia bersama dengan gas CO2 yang terbentuk
akan mengakibatkan tekanan gas O2 dalam udara sekitar ayam menurun,
sehingga ayam mengalami kekurangan oksigen (hipoksia). Kondisi inilah yang
akhirnya membuat permukaan saluran pernapasan ayam bersifat anaerob (tekanan
oksigen rendah) dan bakteri Mycoplasma senang tinggal di lokasi
tersebut. Akibatnya ayam sangat mudah terserang CRD (ngorok) berkali-kali. Saat
ayam terserang CRD, maka tubuhnya pun menjadi lebih rentan terhadap berbagai
serangan penyakit lain.
Hal ini karena serangan CRD dapat menyebabkan kerusakan
silia dan mukosa saluran pernapasan yang berfungsi mencegah masuknya bibit
penyakit. Jadi dengan tidak berfungsinya silia dan mukosa akibat CRD, maka
bibit penyakit lain pun akan mudah masuk ke dalam tubuh ayam. Maka dari itu, di
lapangan CRD jarang ditemui dalam keadaan murni, alias kerap berkolaborasi
dengan penyakit lain.
Yang paling sering adalah berkolaborasi dengan
colibacillosis atau lebih dikenal dengan CRD kompleks (Grafik 2). Di sinilah
masalah serius muncul. Kasus CRD kompleks bisa memicu mortalitas hingga angka
10-15%, atau bahkan bisa mencapai 20%. Sementara pada CRD murni, kematian yang
ditimbulkan terbilang rendah, sekitar 5% atau bahkan tidak ada.
·
Mengganggu
pembentukan kerangka tubuh dan kerabang telur
Menurut Summers (1993), gas amonia dengan kadar > 30 ppm
dapat mengakibatkan kondisi alkalosis (pH cairan tubuh, termasuk cairan plasma
darah bersifat basa) pada ayam. Jika plasma darah bersifat basa, maka sebagian
besar protein plasma akan mengikat ion kalsium darah (yang sebelumnya berupa
ion bebas yang akan disimpan dalam jaringan tulang dan saluran telur (oviduct)).
Akibatnya, pembentukan tulang/kerangka tubuh ayam pun terganggu dan kerabang
telur yang dihasilkan menjadi lebih tipis.
Selain dampak di atas, ternyata masih ada lagi dampak
negatif akibat paparan gas amonia ini. Satu di antaranya ialah timbul gangguan
pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat lokal maupun humoral. Kekebalan
lokal (IgA) yang terdapat dalam saluran pernapasan atas, produksinya akan mengalami
gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar
amonia yang tinggi dalam darah (akibat terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan
stres pada sel-sel limfosit sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga
mengalami gangguan (North, 1984).
4.4 Cara Penanganan Limbah Amonia
Setelah
kita mengetahui begitu banyak dampak negatif dari amonia, tentu kita sebagai
peternak harus bisa mengendalikan kadar amonia di kandang. Tindakan yang
dilakukan yaitu:
1. Cegah kejadian wet dropping (kotoran basah) atau
diare karena amonia akan cepat terbentuk jika kondisi kotoran basah dan lembab.
Cara pencegahannya yaitu dengan:
-
Mengatasi kasus infeksi
pencernaan (penyakit necrotic entritis, koksidiosis, colibacillosis,
dll) yang menyerang ayam dengan segera
-
Menyesuaikan asupan protein
dan garam dalam ransum dengan kebutuhan ayam. Kadar garam yang terlalu tinggi
di dalam ransum akan mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
kotoran ayam menjadi basah. Kadar garam yang tinggi juga akan memicu ayam
mengkonsumsi air lebih banyak sehingga menyebabkan ayam mengalami diare.
Demikian halnya dengan kadar protein yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi
karena sisa protein yang tidak tercerna akan diubah menjadi asam urat yang akan
tinggi konsentrasinya di dalam ginjal sehingga akan memicu ayam minum lebih
banyak. Akibatnya kotoran ayam pun menjadi basah dan encer.
2.
Lakukan manajemen litter
dengan baik:
-
Pilih bahan litter
yang berkualitas (kering, tidak berdebu, mampu menyerap air secara optimal) serta
memasangnya dalam jumlah cukup (tidak terlalu tipis).
-
Gunakan litter dengan
ketebalan optimal, yaitu 8-12 cm untuk kandang postal dan 5-8 cm untuk kandang
panggung. Hal ini bertujuan agar litter menjadi lebih kering dan bisa
menjaga suhu hangat saat masa brooding.
-
Untuk sistem pemeliharaan di
kandang postal, pada litter bisa ditambahkan kapur. Penambahan kapur ini
berfungsi membantu penyerapan air dan kelembaban udara. Penambahan kapur juga
bermanfaat mencegah terjadinya koksidiosis karena koksidia (penyebab
koksidiosis, red) tidak tahan terhadap panas dari kapur.
-
Pada masa brooding,
lakukan pembolak-balikan litter secara teratur setiap 3-4 hari sekali,
mulai umur 4 hari sampai umur 17 hari. Hal ini untuk menghindari litter
menggumpal sejak awal. Namun jika litter sudah terlanjur ada yang
menggumpal dan jumlahnya sedikit, maka litter bisa dipilah dan
dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau
basah sudah banyak, lebih baik tambah litter baru hingga yang menggumpal
tidak nampak.
-
Jika litter sudah
sangat lembab, ketika hendak ditambah litter baru sebaiknya ditaburi
kapur terlebih dahulu agar cepat kering, setelah itu baru ditumpuk dengan litter
yang baru.
-
Perbaiki atap kandang yang
bocor secepatnya dan hindari pekerjaan yang tergesa-gesa, terutama dalam
mengganti air minum. Jangan sampai air tumpah ke litter. Pasang
instalasi tempat minum dengan benar agar tidak terjadi kebocoran air.
3. Atur kepadatan kandang, dimana kepadatan ayam yang ideal
adalah 15 kg/m2 atau setara dengan 6-8 ekor ayam pedaging dan 12-14
ekor ayam petelur grower (pullet) per m2-nya. Saat
awal (masa brooding) lakukan pelebaran sekat kandang secara teratur
sesuai pertumbuhan ayam sampai seluruh kandang ditempati.
4. Perhatikan sirkulasi udara dengan memperhatikan manajemen
buka tutup tirai, mengatur jarak antar kandang, serta menambah penggunaan blower
atau fan (kipas).
5. Lakukan manajemen penanganan kotoran di kolong kandang
dengan tepat agar kotoran ayam tidak lembab dan pembentukan amonia terhambat.
6.
Menurunkan
Kadar Amonia
Caranya yaitu dengan mengatur sirkulasi udara (membuka
tirai kandang), menambah sekam baru (untuk kandang postal), memberi kapur
kemudian mengeruk kotoran ayam (untuk kandang panggung), dan menggunakan bahan
tertentu yang mampu bekerja mengikat amonia. Salah satu produk yang mengandung
bahan pengikat amonia adalah Ammotrol.
Ammotrol aman digunakan setiap hari dalam jangka waktu lama untuk
mengikat amonia tanpa menimbulkan efek samping dan residu. Pemberian Ammotrol juga relatif mudah, cukup
disemprotkan ke kotoran atau dilarutkan dalam air minum, serta bisa diberikan
bersamaan/dicampur dengan vitamin atau antibiotik.
Pada dasarnya
konsep penanganan kotoran di kolong kandang (pada kandang panggung dan kandang
baterai, ) ada dua macam. Pertama, kotoran diambil secara periodik. Kedua,
kotoran ayam dibiarkan menumpuk di kolong kandang sampai akhir periode
pemeliharaan (satu siklus). Semuanya tergantung jenis ayam yang dipelihara
(pedaging atau petelur), tinggi rendahnya kolong kandang, kondisi kotoran, dsb.
Untuk
pemeliharaan ayam pedaging di kandang panggung, sebagian peternak memilih
membiarkan kotoran menumpuk hingga satu siklus. Hal itu boleh-boleh saja
dilakukan asalkan konstruksi kolong kandang dibuat tinggi. Kolong kandang yang
tinggi akan menghasilkan kotoran yang lebih cepat kering dibandingkan kolong
kandang yang konstruksinya pendek. Hal ini karena sirkulasi udaranya pasti
lebih baik dan jangkauan sinar matahari ke kolong kandang juga bagus.
Sedangkan untuk
pemeliharaan ayam petelur di kandang baterai atau panggung, sebaiknya peternak
membersihkan kotoran secara periodik. Selain itu, jika kandang baterai dibuat
lebar dengan lebih dari satu jalur (seperti kandang baterai yang disusun model
“W” bukan “V”), maka kolong kandang baterai sebaiknya dibuat tinggi. Standarnya
di atas 1,5 m.
Peternak ayam
petelur juga bisa memasang amben (para-para) untuk membantu pengeringan kotoran
ayam yang jatuh ke kolong kandang. Amben adalah tempat penampungan sementara
kotoran ayam sebelum jatuh ke tanah dasar kolong. Amben dibuat dari bilah
bambu, dipasang 90-100 cm di atas dasar kolong. Mekanismenya, kotoran dibiarkan
berada di amben selama seminggu. Setelah itu amben dibalik sehingga kotoran
yang hampir kering jatuh ke dasar kolong. Kotoran ayam dari amben tidak otomatis
jatuh saat dibalik. Perlu digaruk dengan sekop agar amben bersih kembali. Meski
amben tidak 100% menghilangkan keberadaan larva dari kotoran ayam, tetapi amben
sangat membantu mengeringkan kotoran ayam.
Cara lain agar
kotoran ayam di kolong cepat kering, peternak bisa menambahkan kapur halus
sebelum dikeruk. Hindari menyimpan berkarung-karung kotoran di dekat kandang
karena lama-kelamaan larva lalat akan berkembang di dalamnya sehingga suatu
saat peternak harus mengeluarkan feses karungan tadi untuk dijemur ulang
kembali. Selain itu, kotoran yang ditumpuk di bawah/samping kandang bisa
menjadi sumber penularan penyakit. Secara umum, kotoran kering lebih
menguntungkan bagi peternak ketimbang kotoran basah. Kotoran kering
mudah/ringan saat dikeruk/dibersihkan. Hal ini tentu akan meringankan pekerjaan
pegawai kandang.
BAB V
PENGOLAHAN LIMBAH TULANG AYAM
5.1 Pengertian Tulang dan Tepung Tulang
Tulang atau kerangka adalah jaringan yang kuat dan
tangguh yang memberi bentuk pada tubuh.
Tersusun atas matriks organic
keras yang diperkuat dengan endapan garam kalsium dan garam mineral lain dalam
tulang.
Tulang merupakan komponen
yang keras, sehingga hal inilah yang menyebabkan tulang tidak mudah diuraikan
oleh decomposer, sehingga tulang tersebut menjadi limbah padat yang lebih
dikenal sebagai sampah yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena
tidak memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, perlu pengolahan lebih lanjut
agar limbah tulang tidak menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan dapat
dimanfaatkan secara maksimal, salah satu penangannya adalah dengan cara
ditepungkan. Hal ini disebabkan tingginya kandungan mineral yang ada pada
tulang, sehingga sayang apabila dibuang dengan percuma. Selain itu dengan cara
pengolahan lebih lanjut pada limbah tulang ini akan memberikan nilai ekonomis.
Tepung tulang
merupakan hasil penggilingan tulang yang telah dipisahkan dari
kandungan colagennya. Produk ini digunakan
untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber mineral
(terutama kalsium) dan sedikit asam amino. Tepung tulang berbentuk serpihan
(tepung) berwarna coklat dengan tekstur yangkasar jika dirasakan, dengan aroma
khas seperti daging sapi tapi ada juga yang tidak berbau. Sekilas
memang hampir mirip dengan tepung MBM tetapi kandungan nutrisiyang dimiliki jelas berbeda.
5.2 Proses Pembuatan Tepung Tulang
Tepung tulang berasal
dari tulang hewan ternak yang sehat (tidak memiliki virus atau penyakit seperti
rabies, anthraks, dan penyakit lainnya yang membahayakan apabila dikonsumsi)
dan yang telah dibersihkan dari sisa-sisa daging yang diproses sehingga dapat
berbentuk tepung, berwarna coklat dengan tekstur kasar. Dalam pembuatan pakan,
tepung tulang tidak terlalu banyak digunakan, dengan kata lain tepung tulang
merupakan suatu pelengkap dalam pembuatan pakan guna melengkapi mineral yang
ada dalam pakan.Biasanya tepung tulang
digunakan sebagai pendamping bagi tepung ikan yang kaya protein karena mineral
merupakan trace element yang tidak dibutuhkan terlalu banyak tetapi harus ada
dalam ransum pakan (Aninda,2009).
Pembuatan tepung tulang juga merupakan
upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dandibuang di rumah pemotongan hewan. Hasil-ikutan
(by-products) ternak merupakan salah satu potensi dari subsektor peternakan
yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan, khususnya
untuk industri pangan. Tulang, tulang rawan dan daging dari sisa deboning di
industri pangan hasil ternak dan rumah pemotongan ayam adalah contoh hasil-ikutan ternak yang cukup besar peluangnya untuk
dapat diolah kembali menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomis lebih
tinggi, selain itu tepung tulang juga merupakan sumber mineral yang mampu
mencukupi kebutuhan asupan mineral terutama kalsium dalam tubuh.
Dalam pembuatan
dibutuhkan beberapa alat dan bahan, yaitu:
§ Alat
1.
Keranjang
dan semprotan air
Berfungsi
untuk meletakkan tulang yang dicuci dengan semprotan air. Dasar wadah berlubang
untuk meniriskan air.
2.
Wadah
perendaman
Wadah ini digunakan sebagai tempat merendam serpihan
tulang, dapat berupa bak semen, bak serat gelas (fiber glass), baskom plastik, atau ember plastic.
3.
Mesin
penggiling tulang
Alat ini
digunakan untuk menggiling tulang hingga menjadi sepihan dengan ukuran 1~3 cm.
4.
Wadah
perebusan
Alat ini digunakan untuk merebus tulang. Drum bekasyang dipotong dua dapat digunakan untuk keperluan ini.
5.
Wadah
ekstraksi gelatin
Alat ini digunakan untuk merendam tulang padasuhu panas setelah tulang tersebut direndam dengan larutan kapur. Wadah
initerbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium dan stainless steel.
6.
Wadah
penguapan larutan gelatin
Wadah ini digunakan untuk penguapanlarutan gelatin. Wadah ini terbuat dari
logam tahan karat, seperti aluminiumdan
stainless steel. Bentuknya berupa bak dangkal dengan permukaan yang luas.
7.
Kompor
Kompor digunakan untuk merebus tulang.
8.
Cetakan
Cetakan terbuat dari plat aluminium atau stainless steel yangbersekat-sekat.untuk mencetak ekstrak gelatin.
§ Bahan
1.
Tulang ayam
2.
Larutan kapur 10%
5.3 Cara Pembuatan Tepung Tulang
Berikut akan
dijelaskan langkah-langkah dalam pembuatan tepung tulang, yaitu:
1.
Tulang
dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100oC,
kemudian dihancurkan hingga menjadi serpihan sepanjang 1-3 cm. (perebusan ini berfungsi untuk mempermudah pemisahan tulang dengan daging
liat yang sulit dilepas dari tulang).
2.
Serpihan
tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan air
tawar. Perendaman
dalam air kapur dapat berfungsi untuk memperbaiki tekstur dari tulang supaya
menjadi renyah. Dimana kerenyahan ini diperoleh karena kalsium dari larutan
kapur berpenetrasi ke dalam jaringan tulang yang telah di giling menjadi lebih
kompak dengan terbentuknya ikatan baru antara kalsium dengan senyawa- senyawa
yang terdapat pada tulang (Aninda,2010)
3.
Pemisahan
gelatin dengan pemanasan 3 tahap yaitu perebusan pada suhu 60oC 4 jam, suhu
70oC selama 4 jam, dan 100oC selama 5 jam.
4.
Tulang
dikeringkan pada suhu 100oC sampa kadar air 5% dan digiling hingga menjadi
tepung.
5.
Pengemasan
dan penyimpanan tepung tulang
dapat disimpan dalam karung / kantong plastic.
BAB VI
PEMANFAATAN LIMBAH TEPUNG TULANG
6.1 Manfaat Utama Tepung Tulang
Menurut anonymous (2011) tepung tulang secara umum memiliki kandungan
sebagai berikut:
· Protein : 25,54%
· Lemak : 3,80%
· Serat : 1,80%
· Air : 5,52%
· Kalsium : 46,34%
· Phosphat : 17%
Dilihat dari
kandungan nutrisinya, tepung tulang banyak mengandung kalsium, sehingga manfaat
dari tepung tulang tidak lepas dari peranan kalsium, yaitu berperan dalam
pembentukan tulang, sisik serta sirip khususnya pada ikan serta menjaga dari
kekeroposan akibat asupan kandungan mineral yang minim dari pakan ternak yang
lebih kaya akan protein. Perpaduan dari formulasi pakan ini sangat
menguntungkan karena pada pakan mengandung banyak protein yang akan
berperan dalam penyerapan kalsium ke dalam mukosa usus, karena transportasi
kalsium melalui sel usus terjadi secara difusi melalui jasa protein dari ransum
pakan tersebut (Kaup,1991)
Didalam
tubuh manusia kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation terbanyak,
yaitu sekitar 1,5-2% dari keseluruhan berat tubuh. Kalsium dibutuhkan untuk
proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh, serta berperan dalam
kegiatan penting seperti membantu pengaturan transport ion – ion lainnya
kedalam maupun keluar membrane, penerimaan dan interpretasi pada impuls saraf ,
pembekuan darah dan pemompaan darah, kontraksi otot, menjaga keseimbangan
hormone dan katalisator pada reaksi biologis (Almatsier, 2002; Whitney dan
Hamilton, 1987).
World health
organization merekomendasikan jumlah asupan kalsium perhari yang dianjurkan
untuk orang dewasa sekitar 400-500mg, tetapi bila konsumsi proteinnya
tinggi, dianjurkan mengkonsumsi 700-800 mg. untuk anak-anak dan remaja lebih
tinggi asupannya dan untuk wanita hamil/ menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200
mg (Whitney dan Hamilton,1987). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500
mg sehari untuk menghindari kondisi hiperkalsiura (kadar kalsium di urin
melebihi 300 mg/hari). Dan kebutuhan akan tepung tulang sebagai campuran pakan
hanya sedikit,. Hal ini dikarenakan peranan dari tepung tulang hanya
sebagai sumber mineral dan bukan sebagai pertumbuhan pada ternak. Penggunaan
tepung tulang ini hanya sekitar 2,5 – 10% dalam formula pakan, apabila
digunakan secara berlebihan maka akan menurunkan selera makan pada ternak
(Trilaksani,2006)
6.2 Pemanfaatan Lain Tepung Tulang
Penggunaan
tepung tulang yang umumnya digunakan dalam pakan ikan ternyata juga dapat
dijadikan produk yang dapat dikonsumsi oleh manusia juga antara lain sebagai
bahan tambahan pada bakso. Bakso merupakan salah satu makanan yang banyak
digemari oleh masyarakat. Bakso sangat populer di Indonesia, tempat yang
terkenal menjadi sentra bakso adalah Solo dan Malang. Semua golongan umur
menyukai makanan tersebut, yaitu mulai dari golongan anak-anak, remaja, dewasa
sampai orang tua pun menyukai kelezatan bakso.
Sehingga
pemanfaatan limbah tulang sebagai sumber kalsium merupakan salah satu
alternatif yang tepat dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium yang
lebih murah, mudah didapat dan tentu saja mudah diabsorbsi serta mengurangi dampak
buruk pencemaran lingkungan. Salah satu
upaya pengolahan tulang ayam tersebut
adalah dengan mensubtitusi pada makanan yang banyak digemari masyarakat. Bakso atau baso adalah
makanan berupa bola daging yang umumnya dibuat dari campuran daging sapi dan
tepung.
Dalam Annual Report of IC Biotech Osaka University
tahun 1994 dijelaskan bahwa nilai gizi bakso sapi berdasarkan berat kering
adalah 16,80%-49,53% protein, 4,18%-20,21% lemak, 35,52%- 56,18% karbohidrat,
6,52%-11,05% abu, dan 5,14%-8,25% NaCl Berdasarkan data tersebut, kandungan
bakso yang kurang memenuhi kebutuhan kalsium. Oleh karena itu, penambahan
tepung tulangsebagai bahan campuran pembuatan bakso merupakan solusi yang tepat
untuk menambah nilai gizi bakso yang kurang akan kalsium.
Penggunaan tepung tulang ayam diduga akan menghasilkan
penyerapan kalsium lebih besar jika tepung difortifikasi ke dalam bahan makanan
yang lain terutama yang kandungan asam amino lisin dan arginin, laktosa tinggi
disertai asupan vitamin D yang seimbang.
Dalam
penyerapan kalsium dibutuhkan kandungan protein untuk membantu proses
penyerapan kalsium. Lisin merupakan salah satu dari sembilan asam amino yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin yang terkandung
dalam pakan ternak termasuk dalam asam amino yang sangat berguna dalam
pertumbuhan dan perkembangan tulang, dimana lisin dapat membantu proses
penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh dan memelihara
tubuh agar tidak terlalu berlemak. Lisin juga dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi,
hormon, enzim, dan pembentukan kolagen juga perbaikan jaringan. Tak kalah
pentingnya, lisin bisa melindungi anak dari cold sore dan virus herpes.
Melihat sederet fungsi vital tersebut dan mengingat
lisin tidak bisa diproduksi oleh tubuh, maka mesti dipastikan jumlah lisin dari
makanan harus mencukupi kebutuhan tubuh.
Dikarenakan lisin merupakan salah satu jenis asam amino non esensial dimana
tidak diproduksi oleh tubuh maka kandungan lisin ini diperoleh dari asupan
makanan lain seperti daging sapi. Dimana daging sapi merupakan golongan daging
merah dengan kandungan protein yang tinggi, selain itu daging sapi pada umumnya
memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Dan vitamin D bekerja pada
mineralisasi tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor di dalam
sistem pencernaan, sehingga kadarnya di dalam darah meningkat. Hal ini
dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan dengan mendorong
penyimpanannya oleh ginjal. Sumber-sumber makanan dari vitamin D, antara lain:
telur, hati, dan ikan. Seperti halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan
vitamin D.
Sehingga berdasarkan deskripsi tersebut maka
disarankan penggunaan tepung tulang sebagai bahan yang difortifikasikan dalam
pembuatan bakso.
Dalam pembuatan bakso, tepung tulang digunakan sebagai
bahan campuran bakso di samping penggunaan tepung tapioca. Bakso yang
dihasilkan rasanya enak, teksturnya bagus dan memiliki tambahan nilai gizi
kalsium jika dibandingkan dengan bakso pada umumnya. Dalam pendistribusianya,
bakso memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan makanan lain. Pertama, bakso
merupakan makanan yang banyak digemari.
Semua golongan umur menyukai makanan tersebut, yaitu
mulai dari golongan anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua pun menyukai
kelezatan bakso. Kedua, Bakso adalah makanan yang cocok di segala musim Ketiga, bakso merupakan salah satu makanan yang
mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lauk yang dimakan dengan nasi
(atau lontong) dan dapat dimakan langsung tanpa nasi. Semua tentunya disesuaikan
dengan selera masing-masing pihak yang hendak menyantap makanan tersebut.
Keempat, untuk dapat menikmati bakso tidaklah begitu sukar. Bakso sering
dijumpai di tempat-tempat umum, yaitu mulai dari daerah pedesaan yang masih
banyak dijumpai makanan hasil olahan secara tradisional, sampai daerah pusat
perkotaan.
Untuk menikmati santapan tersebut kita juga bisa hanya
menunggu di rumah, karena banyak juga pedagang bakso keliling yang menjajakan
bakso hampir di setiap daerah. Dari keempat alasan tersebut, bakso merupakan
makanan yang cocok sebagai makanan yang difortifikasikan dengan tulang ikan.
Di samping kandungan bakso sangat mendukung terhadap
penyerapan kalsium untuk tubuh, bakso juga terdistribusikan dengan baik dan
mudah kepada konsumen. Dengan demikian, masyarakat mudah mendapat tambahan
asupan gizi kalsium dari hasil olahan limbah yang selama ini tidak
dimanfaatkan.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Limbah
usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan
tepat. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran, tulang, darah dan bulu ternak
masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk
organik, gas bio, tepung tulang dan briket energi.
Pemanfaatan limbah
ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air,
tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang
bernilai ekonomis.
7.2 Saran
Mohon maaf
apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.