Rabu, 27 April 2016

Pengolahan Limbah Peternakan



Makalah 

PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN”


Oleh:
HUSAIN FURQAN ABUSARI
NIM: 621414065




 













JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2016


KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat taufik  dan hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun Judul dari makalah ini “Pengolahan Limbah Ternak”
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan serta bimbingan dari dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Ternak, serta bantuan berbagai pihak, maka akhirnya penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penyusunan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya, serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
                                                                                               

Gorontalo,  April  2016


                                                                                                                             Penyusun


DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran.
Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Sistem peternakan terpadu merupakan sistem peternakan efektif yang dapat diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak.
Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam pedaging (broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula. Pertama kotorannya, yang murni tanpa tercampur sekam, dan bermanfaat sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi dibanding pupuk kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai. Limbah kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate ayam.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut. Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi masalah bagi masyarakat di sekitarnya.

1.2       Rumusan Masalah

1.      Bagaimana cara mengelola peternakan dan limbahnya?
2.      Apa saja limbah yang ada pada limbah peternakan ayam?
3.      Bagaimana cara menangani limbah yang tepat?
4.      Bagaimana mengolah limbah agar dapat bermanfaat?
5.      Bagaimana cara memanfaatkan limbah peternakan?

1.3       Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana penanganan dan pemanfaatan limbah peternakan khususnya ayam petelur serta sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengolahan Limbah Peternakan.







BAB II

PENGELOLAAN PETERNAKAN DAN LIMBAHNYA

 

2.1       Pengertian Sistem Peternakan dan Limbah Peternakan

            Sistem peternakan terpadu merupakan sistem peternakan efektif yang dapat diterapkan di lingkup masyarakat pedesaan sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak.
            Definisi sistem peternakan adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Secara harfiah, peternakan dapat diartikan sebagai upaya budidaya hewan ternak demi memenuhi kebutuhan pangan. Ditinjau dari komoditasnya, apabila ditinjau dari ilmu yang membangunnya, peternakan dibangun dari ilmu-ilmu keras (hard sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences) baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar, terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu kawinannya.
            Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain.
            Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu usaha peternakan baik berupa limbah padat, cairan dan gas maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan hewan). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.

2.2       Sistem Pengelolaan Peternakan Ayam Petelur

            Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak.
            Ayam-ayam petelur unggul yang ada sangat baik dipakai sebagai plasma nutfah untuk menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari pemotongan ayam petelur merupakan hasil sampingan yang dapat diolah menjadi pupuk kandang, kompos atau sumber energi (biogas). Sedangkan seperti usus dan jeroan ayam dapat dijadikan sebagai pakan ternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu ayam dimanfaatkan juga dalam upacara keagamaan.
·         Syarat lokasi yang baik untuk budidaya ayam petelur adalah :
-          Lokasi yang jauh dari keramaian/perumahan penduduk
-          Lokasi mudah dijangkau dari pusat-pusat pemasaran
-          Lokasi terpilih bersifat menetap dan tidak berpindah-pindah

v    Pedoman teknis beternak ayam petelur antara lain :
A.    Penyiapan Sarana dan Peralatan
1.      Kandang
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-350C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan dan pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang serta sirkulasi udara yang baik.
Jangan membuat kandang dengan permukaan lahan yang berbukit karena menghalangi sirkulasi udara dan membahayakan aliran air permukaan jika turun hujan. Sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang. Untuk konstruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama. Selanjutnya perlengkapan kandang hendaknya disediakan selengkap mungkin seperti tempat pakan, tempat minum, tempat air, tempat ransum, tempat obat-obatan dan sistem alat penerangan.
·                     Bentuk-bentuk kandang berdasarkan sistemnya dibagi menjadi dua, yaitu :
-          Sistem kandang koloni, satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari ribuan ekor ayam petelur.
-          Sistem kandang individual, kandang ini lebih dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam peternakan ayam petelur komersial.
·                     Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi tiga, yaitu:
-          Kandang dengan lantai litter, kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi sekam padi dan kandang ini umunya diterapkan pada kandang sistem koloni
-          Kandang dengan lantai kolong berlubang, lantai untuk sistem ini terdiri dari bantu atau kayu kaso dengan lubang-lubang diantaranya, yang nantinya untuk membuang tinja ayam dan langsung ke tempat penampungan.
-          Kandang dengan lantai campuran litter dengan kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas litter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan dan 30% di kiri).
2.      Peralatan
-          Litter (alas lantai)
Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering, maka tidak ada atap yang bocor dan air hujan tidak ada yang masuk walaupun angin kencang. Tebal litter setinggi 10 cm, bahan litter dipakai campuran dari sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau hasil serutan kayu dengan panjang antara 3-5 cm untuk pengganti sekam.
-          Tempat bertelur
Penyediaan tempat bertelur agar mudah diambil telur dan kulit telur tidak kotor. Dapat dibuatkan kotak ukuran 30x35x45 cm yang cukup untuk 4-5 ekor ayam. Kotak diletakkan di dinding kandang dengan lebih tinggi dari tempat bertengger, penempatannya agar mudah pengambilan telur dari luar sehingga telur tidak pecah dan terinjak-injak serta dimakan. Dasar tempat bertelur dibuat miring dari kawat hingga telur langsung keluar sarang setelah bertelur dan dibuat lubang yang lebih besar dari besar telur pada dasar sarang.
-          Tempat bertengger
Dibuat dekat dinding dan diusahakan kotoran jatuh kelantai yang mudah dibersihkan dari luar. Dibuat tertutup agar terhindar dari angin dan letaknya lebih rendah dari tempat bertelur,tempat makan,minum dan tempat grit.
-          Tempat makan dan minum
Bahannya dari bambu, aluminium atau apa saja yang kuat dan tidak bocor juga tidak berkarat


v    Penyiapan Bibit
Ayam petelur yang akan dipelihara haruslah memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu:
-          Ayam petelur harus sehat dan tidak cacat fisiknya
-          Pertumbuhan dan perkembangan normal
-          Ayam petelur berasal dari bibit yang diketahui keunggulannya.
Ada beberapa pedoman teknis untuk memilih bibit/DOC (Day Old Chicken), yaitu:
-          Anak ayam (DOC) berasal dari induk yang sehat
-          Bulu tampak halus dan penuh serta baik pertumbuhannya
-          Tidak terdapat kecacatan pada tubuhnya
-          Anak ayam mempunyai nafsu makan yang baik
-          Ukuran badan normal, ukuran berat badan antara 35-40 gram
-          Tidak ada  letakan tinja di tubuhnya

1.      Pemilihan Bibit
Penyiapan bibit ayam petelur yang berkriteria baik dalam hal ini tergantung sebagai berikut:
·         Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum perkilogram telur. Ayam yang baik akan makan sejumlah ransum dan menhasilkan telur yang lebih besar dari sejumlah ransum yang dimakannya. Jika ayam itu makan terlalu banyak dan bertelur sedikit maka hal ini merupakan cermin buruk bagi ayam itu.
·         Produksi Telur
Produksi telur sudah tentu menjadi perhatian. Dipilih bibit yang dapat memproduksi telur banyak. Tetapi konversi ransum tetap utama sebab ayam yang produksi telurnya tinggi tetapi makannya banyak juga tidak menguntungkan.
·         Prestasi Bibit di Peternakan
Apabila kedua hal di atas telah baik maka kemampuan ayam untuk bertelur hanya dalam sebatas kemampuan bibit itu.




v    Pemeliharaan
·         Sanitasi dan Tindakan Preventif
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup.
·         Pemberian Pakan
Untuk pemberian pakan ayam petelur ada dua fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu).
Kualitas dan kuantitas pakan fase starter adalah sebagai berikut:
-          Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 kcal.
-          Kuantitas pakan terbagi menjadi 4 golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor; minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/ekor/hari; minggu ketiga (umur 15-21 hari) 66 gram/ekor/hari dan minggu keempat (umur 22-29 hari) 91 gram/ekor/hari. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai umur empat minggu sebesar 1.520 gram.
Kualitas dan kuantitas pakan fase finisher adalah sebagai berikut:
-          Kualitas atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%; serat kasar 4,5%; kalsium (Ca) 1%; phospor (P) 0,7-0,7% dan ME (energi) 2900-3400 kcal.
-          Kuantitas pakan digolongkan dalam empat golongan umur, yaitu: minggu kelima (umur 30-36 hari) 111 gram/ekor/hari; minggu keenam (umur 37-43 hari) 129 gram/ekor/hari; minggu ketujuh (umur 44-50 hari) 146 gram/ekor/hari dan minggu kedelapan (umur 51-57 hari) 161 gram/ekor/hari. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
·         Pemberian Minum
Pemberian minum disesuaikan dengan umur ayam, dalam hal ini dikelompokkan dalam dua fase, yaitu:
a)      Fase starter (umur 1-29 hari) kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu:
-          Minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/100 ekor
Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyak gula yang diberikan adalah 50gram/liter air.
b)      Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu, yaitu:
-          Minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor
-          Minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/100 ekor. Jadi total air minum umur 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
v    Pemberian Vaksinasi dan Obat
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi dua macam, yaitu:
-          Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang ditimbulkan lebih lama dari pada vaksin inaktif/pasif.
-          Vaksin inaktif adalah vaksin yang mengandung virus yang telah dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikkan pada ayam yang diduga sakit.
Macam-macam vaksin:
-          Vaksin NCD virus Lasota buatan Drh Kuryna
-          Vaksin NCD virus Komarov buatan Drh Kuryna (vaksin inaktif)
-          Vaksin NCD HB-1/Pestos
-          Vaksin cacar/pox, virus diftose
-          Vaksin anti RCD Vaksin Lyomarex untuk marek
Persyaratan dalam vaksinasi adalah:
-          Ayam yang divaksinasi harus sehat
-          Dosis dan kemasan vaksin harus tepat
-          Sterilisasi alat-alat
v    Pemeliharaan Kandang
Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang selalu dibersihkan dan dicek jika ada bagian yang rusak supaya segera diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
v    Panen
1.      Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang dihasilkan oleh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur yang disebabkan oleh virus dapat dikurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.
2.      Hasil Tambahan
Hasil tambahan yang dapat dinikmati dari hasil budidaya ayam petelur adalah daging dari ayam yang telah tua (afkir) dan kotoran yang dapat dijual untuk dijadikan pupuk kandang.
3.      Telur yang dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray (nampan telur). Dalam pengambilan dan pengumpulan telur, petugas pengambil harus langsung memisahkan antara telur yang normal dengan yang abnormal. Telur normal adalah telur yang oval,bersih dan kulitnya mulus  serta beratnya 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal misalnya telur kecil atau terlalu besar,kulitnya retak atau keriting dan bentuknya lonjong.
4.      Setelah telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena litter atau tinja ayam dibersihkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan dengan amplas besi yang halus, dicuci secara khusus atau dengan cairan pembersih. Biasanya pembersihan dilakukan untuk telur tetas.

2.3       Sistem Pengelolaan Limbah Peternakan

Keberhasilan pengelolaan limbah peternakan sanggat dipengaruhi oleh teknik pengelolaan yang dilakukan.

Teknik pengelolaan limbah meliputi:
-          Teknik pengumpulan (collections)
-          Pengangkutan (transport)
-          Pemisahan (separation)
-          Penyimpanan (storage) atau pembuangan (disposal)

2.3.1   Teknik Pengumpulan

Arah kemiringan kandang dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, limbah mudah mengalir menuju ke parit. Kemudian limbah ternak berbentuk cair tersebut dikumpulkan di ujung parit untuk kemudian dibuang.
Pada kandang sistem feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang terbuka di depan kandang, lantai pada lokasi ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai digunakan pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat penampungan.
Ada 3 cara mendasar pengumpulan limbah:
-          Scraping, yaitu mmembersihkan dan mengumpulkan limbah dengan cara menyapu atau mendorong (dengan sekop atau alat lain) limbah.
-          Free-fall, yaitu pengumpulan limbah dengan cara membiarkan limbah tersebut jatuh bebas melewati penyaring atau penyekat lantai kedalam lubang pengumpul di bawah lantai kandang.
-          Flushing, yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkat limbah tersebut dalam bentuk cair.

1.      Scraping
Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan oleh para peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun mekanik. Pada dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas plat logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan.
Cara manual, biasa dipakai pada kandang panggung (stanchions), yaitu untuk membersihkan limbah yang melekat di jeruji lantai kanndang atau di tempat-tempat fasilitas kandang yang lain. Cara ini juga dilakukan untuk membersihkan limbah padat yang melekat di dinding dan sukar larut dalam air sehingga tidak dapat dialirkan. Cara ini digunakan terutama untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja banyak dan sebagai penyempurnaan sistem pengelolaan limbah peternakan.
Sistem mekanik memiliki cara kerja yang sama dengan sistem manual, hanya saja pada sistem ini menggunakan kekuatan traktor atau unit kekuatan tetap. Contoh alat yang digunakan: Front-end Loader, yaitu mesin yang alat pembersih atau penyedoknya terletak di bagian depan. Alat jenis ini biasanya digunakan untuk membersihkan dan mengumpulkan limbah dari permukaan lantai kandang ketempat penampungan, untuk disimpan atau diangkut dengan kereta dan disebar ke ladang rumput.
Keuntungannya dari cara ini adalah mempermudah pengumpulan limbah dan efisiensi waktu, sedangkan kelemahannya diperlukannya tenaga operator dan selama digunakan sering terjadi penimbunan limbah yang menempel di alat yang mengakibatkan pencemaran udara dan sebagai tempat berkembangnya lalat.

2.      Free-Fall
Pengumpulan limbah peternakan dengan sistem free-fall dilakukan dengan membiarkan limbah melewati penyaring dan penyekat lantai dan masuk ke dalam lubang penampung. Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci, dan ternak jenis lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar seperti sapi dan babi.
Ada dua sistem free-fall, yaitu:
-          Penyaring lantai (screened floor)
-          Penyekat lantai (slotled floor)

·         Screened floor
Lantai kandang sistem ini dapat dibuat menggunakan kawat kasa atau besi gril yang berukuran mes lebih besar dan rata. Penggunaan kawat kasa sangat memungkinkan untuk tempat pijakan hewan yang ada di dalamnya dan memudahkan limbah dapat dikeluarkan. Digunakan pada kandang ayam sistem cage,babi dan pedet.

·         Slotled floor
Salah satu bentuk lantai bersekat (jeruji) yang dipasang dengan jarak yang teratur dan rata sehingga ukuran dan jumlahnya mencukupi untuk keluarnya limbah dari lantai. Lubang dibawah lantai merupakan tempat untuk pengumpulan dan penampungan sementara untuk kemudian limbah diolah dan digunakan. Dapat dibuat dari bermacam bahan, seperti kayu, beton atau besi plat.
Keuntungannya dari sistem ini adalah lantai sistem sekat dapat meningkatkan sanitasi dan mengurangi tenaga kerja untuk membersihkan kandang. Penggunaan sekat juga memisahkan ternak dari limbahnya sehingga lingkungan menjadi bersih. Penggunaan sekat ini adalah mengurangi biaya gabungan antara pengadaan dan penanganan alas kandang (litter).

3.      Flushing
Pengumpulan limbah dengan cara flushing meliputi prinsip kerja:
-          Penggunaan parit yang cukup untuk mengalirkan air yang deras untuk mengangkut limbah
-          Kecepatan aliran yang tinggi
-          Pengangkutan limbah dari kandang
Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk pengumpulan limbah. Keuntungan cara ini adalah biaya lebih murah, bebas dari pemindahan limbah dan sama sekali tidak membutuhkan perawatan dan mudah dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama.
Perlengkapan flushing harus kuat, sederhana, mudah dioperasikan dan tahan karat, mudah pemasangannya pada bangunan, tidak memakan tempat, dan harus dapat dipakai juga untuk mengangkut air pada kapasitas tertentu untuk setiap durasi flushing.




2.3.2   Pengangkutan ( transport )

Cara pengangkutan limbah dari tempat pengumpulan bergantung pada karakteristik aliran limbah. Karakteristik aliran limbah bergantung pada terutama umur dan jenis ternak dan juga pada sistem pengumpulan limbah yang digunakan. Cara pengangkutan limbah yang dikumpulkan menggunakan cara scraping berbeda dengan yang menggunakan flushing.
Sobel (1956) dan Merkel (1981) mengklasifikasikan cara pengangkutan limbah berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
-          Semi solid (semi padat)
-          Semi liquid (semi cair)
-          Liquid (cair)

·         Limbah peternakan semi padat
Limbah yang berbentuk semipadat tidak dapat dialirkan tanpa bantuan penggerak secara mekanik. Limbah terletak kuat pada lantai (lengket) dan sangat berat untuk dipindahkan dan membutuhkan periode waktu yang lama.
·         Limbah peternakan semi cair
Limbah semi cair adalah limbah yang telah mengalami pengenceran dengan air dan bertambahnya aktifitas mikroorganisme. Limbah dengan mudah dialirkan tanpa bantuan mekanik yang dapat dengan mudah dilihat dengan mata telanjang. Limbah semicair biasanya mengandung 5-15% bahan kering (total solid concentrations) dan diklasifikasikan sebagai slurry.
·         Limbah peternakan cair
Limbah peternakan yang cair adalah limbah yang sudah berbentuk cairan yang pada umumnya mengandung bahan kering kurang dari 5% dan berasal dari aliran kandang feedlot, efluen dari sistem pengolahan dan kamar susu. Karakteristik alirannya hampir sama dengan aliran air dan susu.

Ada dua sistem pengangkutan limbah peternakan, yaitu:
-          Pengangkutan secara mekanik untuk limbah padat dan semipadat
-          Pengangkutan dengan air (hydraulic transport) untuk limbah cair dan semi cair


·                     Pengangkutan secara mekanik
Limbah peternakan yang berbentuk padat atau semipadat dapat diangkut secara mekanik menggunakan alat konveyor atau pompa penyedot. Untuk tujuan pengangkutan limbah peternakan pada umumnya menggunakan chain konveyor. Conveyor ini sangat cocok untuk limbah peternakan karena selain biayanya yang murah juga sederhana, mudah dibuat, dan sangat operasional untuk berbagai kondisi. Bentuk spesifik conveyor untuk penangnan limbah ternak adalah scraper conveyor. Alat jenis ini sering digunakan untuk membersihkan parit dan alley kandang.
Sistem lain pengangkutan limbah peternakan secara mekanik adalah menggunakan pompa penyedot yang terdiri atas pipa penghisap berukuran besar yang digunakan untuk menggerakan cairan atau padatan melalui pipa ke kolam penampungan.
Ada dua tipe pompa penyedot, yaitu hollow piston pump, digunakan untuk mengangkut (memindahkan) limbah peternakan cair, dan solid piston pump, digunakan untuk mengangkut limbah peternakan semi padat.
·                Pengangkutan limbah dengan sistem aliran
Pada pengangkutan sistem ini dikategorikan ada beberapa tipe aliran, yaitu:
-          Steady flow, tipe aliran yang terjadi tidak mengalami perubahan karena waktu dan aliran relatif konstan.
-          Varied flow, tipe aliran yang kecepatan berubah-ubah bergantung pada kondisi pada waktu tertentu.
-          Uniform flow, tipe aliran ini terjadi apabila tidak ada perubahan kecepatan pada arah aliran secara spontan.
-          Non-uniform flow, tipe ini terjadi apabila kecepatan aliran bervariasi antara tempat yang satu dengan yang lain secara spontan.
Bentuk saluran pengangkutan limbah terdiri atas bentuk saluran terbuka yaitu saluran yang bagian permukaanya tampak terlihat dan bentuk saluran yang tertutup. Bentuk saluran yang tertutup pada umumnya menggunakan pipa yang terbuat dari bahan logam atau PVC.





BAB III

BERBAGAI LIMBAH DARI PETERNAKAN AYAM


Peternakan ayam ada dua macam, yakni ayam petelur (layer) dan ayam pedaging (broiler). Limbah peternakan ayam petelur ada dua macam pula. Pertama kotorannya, yang murni tanpa tercampur sekam, dan bermanfaat sebagai pupuk. Kotoran ayam petelur bernilai paling tinggi dibanding pupuk kotoran ternak lain. Penampungnya adalah petani kentang, dan cabai. Limbah kedua, berupa induk ayam afkir, yang ditampung oleh para pedagang sate ayam.
Limbah peternakan ayam pedaging hanyalah litter (alas kandang), berupa sekam padi yang tercampur kotoran ayam. Nilai kotoran ayam pedaging sangat rendah. Penampungnya para nurseri tanaman hias, dan pengusaha tabulampot (tanaman buah dalam pot), sebagai media tanam. Limbah pemotongan ayam pedaging, sama sekali tidak punya nilai, dan hanya mencemari lingkungan. Dengan pengolahan yang tepat, limbah berupa bulu dan kotoran ayam pedaging, masih bisa bermanfaat sebagai  pupuk organik.
Untuk mendukung dua jenis peternakan ini, diperlukan pula unit pembibitan ayam (breeding farm). Di Indonesia breeding farm, hanyalah memroduksi final stock, sebagai ayam petelur maupun pedaging. Induk ayam final stock adalah parent stock (ayam induk), yang dihasilkan dari grand parent (ayam nenek), serta grand-grand parent (ayam buyut), berupa galur murni. Ayam nenek, masih harus diimpor terutama dari AS. Breeding farm produsen final stock, membeli grant parent dari breeding farm besar, yang mengimpor grant parent dari luar negeri.
Meskipun akan dipanen telurnya, ayam induk dalam sebuah breeding farm, dipelihara seperti halnya ayam pedaging, menggunakan kandang koloni, dengan alas litter. Bukan dalam kandang baterai. Sebab agar telur itu fertil, induk ayam dipelihara jantan, dan betina dengan rasio 1 : 9. Tiap pagi telur yang akan ditetaskan, dan dipasarkan sebagai anak ayam umur sehari (DOC, day old chick), harus diambil dari lantai kandang litter. Masa pemeliharaan ayam induk sekitar dua tahun.
Limbah breeding farm lebih bervariasi dibanding limbah peternakan ayam petelur dan pedaging. Pertama, pada umur antara 4 sd. 6 bulan, ayam jantan akan dikurangi, hingga rasionya menjadi 1 : 9. Bersaman dengan itu, juga akan diseleksi pula ayam banci, baik ayam betina yang berperilaku seperti jantan, atau sebaliknya. Hasil seleksi ayam jantan dan ayam banci, ini bernilai cukup tinggi. Daging ayam seleksi breeding farm masih sangat empuk, sementara bobotnya bisa mencapai 4 sampai 5 kg per ekor.
Sebelum masuk mesin tetas, telur peternakan breeding farm akan diseleksi bentuk, dan ukurannya. Yang bentuknya terlalu bulat atau terlalu memanjang, ukurannya terlalu kecil atau terlalu besar, harus diafkir. Tiga hari setelah masuk mesin tetas, telur kembali diseleksi. Telur yang fertil (akan menetas) kembali mesuk mesin. Telur yang infertil (tidak terbuahi) kondisinya masih sangat baik, hingga layak konsumsi. Penampung telur afkir, ini terutama para produsen kue.
Setelah masa produksi selama dua tahun, ayam induk juga akan diafkir. Sama dengan ayam petelur afkir, ayam induk afkir akan ditampung oleh para pedagang sate ayam. Setelah kandang breeding farm dikosongkan, litter juga harus diganti. Litter dari breeding farm bernilai lebih tinggi dibanding litter broiler, sebab volume kotorannya lebih banyak, akibat masa pemeliharaan selama 2,5 tahun (0,5 tahun pembesaran, 2 tahun produksi). Volume kotoran pada litter ayam pedaging lebih kecil, sebab masa pemeliharaan broiler kecil (1 kg), hanya 40 hari, dan broiller besar (1,5 kg), hanya 60 hari.
Telur yang tidak menetas juga merupakan limbah yang masih bernilai ekonomis, sebagai pakan ikan. Selain telur yang tidak menetas, pada breeding farm, peternakan broiler maupun layer, akan selalu ada ayam mati. Prosentase mortalitas yang masih bisa ditolerir maksimal 2%. Kalau satu angkatan breeding farm, atau ayam petelur ada 3.000 ekor, maka selama 2,5 tahun pemeliharaan rata-rata akan ada 60 ekor ayam mati. Pada peternakan broiler, jumlah ayam mati akan lebih banyak lagi. Sebab masa pemeliharaannya yang pendek.
Sama halnya dengan telur yang tidak menetas, limbah ayam mati juga masih sangat ekonomis sebagai pakan ikan, termasuk belut. Limbah ayam mati ini sebaiknya dibakar terlebih dahulu, dipotong-potong atau dibedah perutnya, baru dimasukkan ke dalam kolam. Ada pula yang mengambil dagingnya, digiling dengan dedak, dan karbohidrat (jagung, singkong), dan menjadikannya pelet, atau dikukus dan langsung dijadikan pakan ikan.
Selain beberapa limbah yang telah dijelaskan di atas dalam peternakan ayam terdapat juga limbah dalam bentuk gas, yaitu amonia. Amonia ini tidak hanya mencemari lingkungan saja tetapi juga dapat mengakibatkan produktivitas ternak menurun dan mengganggu kesehatan manusia sehingga berakibat usaha peternakan tersebut bisa ditutup jika tidak ditangani dengan benar.



BAB IV

PENANGANAN LIMBAH TERNAK AMONIA

4.1       Pengertian Amonia

                Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb = 4.75), namun dapat juga bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa = 9.25).

4.2       Dampak Gas Amonia

            Masalah bau kandang (bau kotoran,) di peternakan ayam memang menjadi salah satu beban para peternak dari dulu hingga sekarang. Bagaimana tidak, bau kandang bisa menyebabkan timbulnya masalah sosial, khususnya untuk kandang yang dekat dengan hunian/perumahan. Beberapa peternakan bahkan terancam ditutup karena masalah bau kandang ini memicu ketidaknyamanan masyarakat sekitar, seperti bau yang tidak sedap, banyaknya lalat, dsb. Belum lagi dengan munculnya berbagai penyakit pernapasan yang menimpa ayam akibat dipicu oleh bau kandang tersebut.

4.2.1   Gas Utama Penyebab Bau Kandang

            Kandang yang berbau menyengat utamanya bersumber dari gas amonia (NH3) yang dihasilkan kotoran ayam. Meski sebenarnya dari kotoran ayam bisa terurai gas beracun lain seperti H2S, CO2, dan metana, namun di antara gas beracun tersebut yang paling banyak menimbulkan masalah bagi kesehatan dan produktivitas ayam, serta pemukiman adalah amonia. Menurut Rachmawati (2000), dalam satu hari seekor ayam rata-rata bisa mengeluarkan kotoran sebanyak 0,15 kg, dan dari total kotoran tersebut biasanya terkandung nitrogen 2,94%. Sisa nitrogen inilah yang nantinya akan menjadi sumber amonia.
Pada dasarnya, nitrogen dalam metabolisme protein makhluk hidup diekskresikan ke luar tubuh dalam dua bentuk senyawa kimia, yaitu urea atau asam urat. Jika masih berbentuk asam urat, nitrogen akan didekomposisi (diubah bentuknya) terlebih dahulu menjadi senyawa urea oleh bakteri ureolitik di lingkungan. Adanya kelembaban yang tinggi dan suhu yang relatif rendahlah yang akan membuat urea-urea yang mengandung nitrogen tadi akhirnya terurai menjadi gas amonia dan CO2.
Selain faktor suhu dan kelembaban, menurut Setiawan (1993) ada faktor lain yang turut serta meningkatkan akumulasi gas amonia, di antaranya akibat sirkulasi udara dalam kandang yang tidak lancar, populasi ayam yang terlalu padat, serta pemeliharaan ayam pada kandang postal dengan manajemen litter yang kurang baik (kotoran ayam menumpuk hingga berminggu-minggu, padahal alas kandangnya tipis dan sudah sangat lembab/belum diganti atau ditambah litter baru).
Tingginya produksi gas amonia yang berasal dari kotoran selama ini juga menjadi indikator bahwa proses pencernaan nutrisi di dalam tubuh ayam kurang optimal atau adanya pemberian protein ransum berlebih, sehingga tidak semua nitrogen diserap sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai asam urat lewat kotoran (Pauzenga, 1991).

4.2.2   Amonia Kaitannya Dengan Global Warming

            Jika menelisik lebih jauh lagi, ternyata masalah amonia di peternakan ini telah menjadi isu dunia sejak lama. Laporan yang dirilis oleh Watch Magazine (2009) menyatakan bahwa sektor peternakan bertanggung jawab atas 51% kejadian pemanasan global (global warming) dunia, di mana salah satunya disebabkan oleh cemaran gas amonia. Selain itu, sektor peternakan juga dilaporkan ikut menyumbang sekitar 64% gas amonia dari total amonia yang ada di atmosfer. Dan dari sekian banyak usaha peternakan, ternyata peternakan unggas berada di peringkat kedua terbesar penyumbang gas amonia.
Di atmosfer, amonia menyebabkan semakin menipisnya lapisan ozon. Gas tersebut juga dioksidasi menjadi nitrit secara terus menerus hingga bisa mengakibatkan hujan asam dan salju asam, merusak hutan, danau, mata air, ekosistem pesisir pantai dan tanah, serta membantu terjadinya pelepasan logam berat ke dalam air tanah.
Menurut data Direktorat Jendral Peternakan (2012), besarnya sumbangan gas amonia ke udara ini berbanding lurus dengan pertambahan populasi ayam di dunia. Misalnya saja, pada tahun 2011 populasi ayam petelur Indonesia ada sebanyak 110.300.000 ekor. Jika diasumsikan kotoran ayam petelur/ ekor/hari adalah 10 gram, maka produksi kotorannya keseluruhan adalah 1.103.000 kg/hari. Jika diperkirakan dari 100 gram kotoran tersebut dihasilkan 0,54 ppm amonia, maka total keseluruhan amonia yang dibuang ke udara adalah 5.956.200 ppm/hari. Sungguh angka yang luar biasa. Kadar amonia ini otomatis akan meningkat sesuai dengan pertambahan populasi ayam.
Berdasarkan contoh perhitungan tersebut tentunya bisa dibayangkan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan. Maka dari itu, tidak heran jika para praktisi menyimpulkan sektor peternakan, seperti peternakan ayam memiliki potensi besar mencemari lingkungan. Meski demikian, kita juga tidak bisa memungkiri bahwa usaha peternakan ayam yang kita kelola masih sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat sehingga kita sebagai peternak wajib meminimalisasi produksi gas amonia.

4.2.3   Amonia Kaitannya Dengan Kesehatan Ternak

            Selain ikut berpartisipasi menyebabkan pemanasan global, sebagai besar dari kita tahu bahwa gas amonia mempunyai daya iritasi tinggi bagi ternak, terutama ternak ayam, sehingga bisa memicu infeksi penyakit pernapasan dan menurunkan produktivitas ternak. Beberapa pengaruh gas amonia seperti tercantum pada Tabel di bawah ini.
Kadar Amonia ( ppm )
Gejala Atau Pengaruh Yang Ditimbulkan
5
Kadar paling rendah yang tercium baunya
6
Mulai timbul iritasi pada mukosa dan saluran pernafasan
11
Penurunan Produktivitas ayam
25
Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam
35
Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 10 menit
40
Mulai menyebabkan sakit kepala,mual, dan hilang nafsu makan pada manusia
50
Penurunan drastis produktivitas ayam dan juga terjadi pembengkakan Bursa Fabricius

4.3       Dampak Negatif Lain Yang Ditimbulkan Amonia

·          Mengganggu mekanisme pertahanan pada saluran pernapasan ayam
Pada level 20 ppm, amonia bisa mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia atau bulu getar) dan desiliosis (kerusakan silia), dan akhirnya merusak mukosa saluran pernapasan ayam. Akibatnya, ayam mudah terserang penyakit pernapasan karena silia dan mukosa saluran pernapasan merupakan gerbang pertahanan pertama yang dimiliki ayam. Hal senada dilaporkan oleh Miles (2002) bahwa ayam-ayam yang terpapar amonia selama masa brooding menjadi rentan terserang penyakit ND dan lebih sulit melawan infestasi bakteri E. coli di saluran pernapasan karena rusaknya silia dan mukosa di lokasi tersebut.
·         Membuat ayam mengalami hipoksia
Gas amonia bersama dengan gas CO2 yang terbentuk akan mengakibatkan tekanan gas O2 dalam udara sekitar ayam menurun, sehingga ayam mengalami kekurangan oksigen (hipoksia). Kondisi inilah yang akhirnya membuat permukaan saluran pernapasan ayam bersifat anaerob (tekanan oksigen rendah) dan bakteri Mycoplasma senang tinggal di lokasi tersebut. Akibatnya ayam sangat mudah terserang CRD (ngorok) berkali-kali. Saat ayam terserang CRD, maka tubuhnya pun menjadi lebih rentan terhadap berbagai serangan penyakit lain.
Hal ini karena serangan CRD dapat menyebabkan kerusakan silia dan mukosa saluran pernapasan yang berfungsi mencegah masuknya bibit penyakit. Jadi dengan tidak berfungsinya silia dan mukosa akibat CRD, maka bibit penyakit lain pun akan mudah masuk ke dalam tubuh ayam. Maka dari itu, di lapangan CRD jarang ditemui dalam keadaan murni, alias kerap berkolaborasi dengan penyakit lain.
Yang paling sering adalah berkolaborasi dengan colibacillosis atau lebih dikenal dengan CRD kompleks (Grafik 2). Di sinilah masalah serius muncul. Kasus CRD kompleks bisa memicu mortalitas hingga angka 10-15%, atau bahkan bisa mencapai 20%. Sementara pada CRD murni, kematian yang ditimbulkan terbilang rendah, sekitar 5% atau bahkan tidak ada.
·         Mengganggu pembentukan kerangka tubuh dan kerabang telur
Menurut Summers (1993), gas amonia dengan kadar > 30 ppm dapat mengakibatkan kondisi alkalosis (pH cairan tubuh, termasuk cairan plasma darah bersifat basa) pada ayam. Jika plasma darah bersifat basa, maka sebagian besar protein plasma akan mengikat ion kalsium darah (yang sebelumnya berupa ion bebas yang akan disimpan dalam jaringan tulang dan saluran telur (oviduct)). Akibatnya, pembentukan tulang/kerangka tubuh ayam pun terganggu dan kerabang telur yang dihasilkan menjadi lebih tipis.
Selain dampak di atas, ternyata masih ada lagi dampak negatif akibat paparan gas amonia ini. Satu di antaranya ialah timbul gangguan pembentukan kekebalan tubuh, baik yang bersifat lokal maupun humoral. Kekebalan lokal (IgA) yang terdapat dalam saluran pernapasan atas, produksinya akan mengalami gangguan akibat rusaknya sel-sel epitel oleh iritasi amonia. Sedangkan kadar amonia yang tinggi dalam darah (akibat terhisap dalam jumlah besar) menyebabkan stres pada sel-sel limfosit sehingga produksi antibodi (IgG dan IgM) juga mengalami gangguan (North, 1984).

4.4       Cara Penanganan Limbah Amonia

            Setelah kita mengetahui begitu banyak dampak negatif dari amonia, tentu kita sebagai peternak harus bisa mengendalikan kadar amonia di kandang. Tindakan yang dilakukan yaitu:
1.      Cegah kejadian wet dropping (kotoran basah) atau diare karena amonia akan cepat terbentuk jika kondisi kotoran basah dan lembab. Cara pencegahannya yaitu dengan:
-          Mengatasi kasus infeksi pencernaan (penyakit necrotic entritis, koksidiosis, colibacillosis, dll) yang menyerang ayam dengan segera
-          Menyesuaikan asupan protein dan garam dalam ransum dengan kebutuhan ayam. Kadar garam yang terlalu tinggi di dalam ransum akan mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga kotoran ayam menjadi basah. Kadar garam yang tinggi juga akan memicu ayam mengkonsumsi air lebih banyak sehingga menyebabkan ayam mengalami diare. Demikian halnya dengan kadar protein yang terlalu tinggi. Hal ini terjadi karena sisa protein yang tidak tercerna akan diubah menjadi asam urat yang akan tinggi konsentrasinya di dalam ginjal sehingga akan memicu ayam minum lebih banyak. Akibatnya kotoran ayam pun menjadi basah dan encer.
2.      Lakukan manajemen litter dengan baik:
-          Pilih bahan litter yang berkualitas (kering, tidak berdebu, mampu menyerap air secara optimal) serta memasangnya dalam jumlah cukup (tidak terlalu tipis).
-          Gunakan litter dengan ketebalan optimal, yaitu 8-12 cm untuk kandang postal dan 5-8 cm untuk kandang panggung. Hal ini bertujuan agar litter menjadi lebih kering dan bisa menjaga suhu hangat saat masa brooding.
-          Untuk sistem pemeliharaan di kandang postal, pada litter bisa ditambahkan kapur. Penambahan kapur ini berfungsi membantu penyerapan air dan kelembaban udara. Penambahan kapur juga bermanfaat mencegah terjadinya koksidiosis karena koksidia (penyebab koksidiosis, red) tidak tahan terhadap panas dari kapur.
-          Pada masa brooding, lakukan pembolak-balikan litter secara teratur setiap 3-4 hari sekali, mulai umur 4 hari sampai umur 17 hari. Hal ini untuk menghindari litter menggumpal sejak awal. Namun jika litter sudah terlanjur ada yang menggumpal dan jumlahnya sedikit, maka litter bisa dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tambah litter baru hingga yang menggumpal tidak nampak.
-          Jika litter sudah sangat lembab, ketika hendak ditambah litter baru sebaiknya ditaburi kapur terlebih dahulu agar cepat kering, setelah itu baru ditumpuk dengan litter yang baru.
-          Perbaiki atap kandang yang bocor secepatnya dan hindari pekerjaan yang tergesa-gesa, terutama dalam mengganti air minum. Jangan sampai air tumpah ke litter. Pasang instalasi tempat minum dengan benar agar tidak terjadi kebocoran air.
3.      Atur kepadatan kandang, dimana kepadatan ayam yang ideal adalah 15 kg/m2 atau setara dengan 6-8 ekor ayam pedaging dan 12-14 ekor ayam petelur grower (pullet) per m2-nya. Saat awal (masa brooding) lakukan pelebaran sekat kandang secara teratur sesuai pertumbuhan ayam sampai seluruh kandang ditempati.
4.      Perhatikan sirkulasi udara dengan memperhatikan manajemen buka tutup tirai, mengatur jarak antar kandang, serta menambah penggunaan blower atau fan (kipas).
5.      Lakukan manajemen penanganan kotoran di kolong kandang dengan tepat agar kotoran ayam tidak lembab dan pembentukan amonia terhambat.
6.      Menurunkan Kadar Amonia
Caranya yaitu dengan mengatur sirkulasi udara (membuka tirai kandang), menambah sekam baru (untuk kandang postal), memberi kapur kemudian mengeruk kotoran ayam (untuk kandang panggung), dan menggunakan bahan tertentu yang mampu bekerja mengikat amonia. Salah satu produk yang mengandung bahan pengikat amonia adalah Ammotrol.
Ammotrol aman digunakan setiap hari dalam jangka waktu lama untuk mengikat amonia tanpa menimbulkan efek samping dan residu. Pemberian Ammotrol juga relatif mudah, cukup disemprotkan ke kotoran atau dilarutkan dalam air minum, serta bisa diberikan bersamaan/dicampur dengan vitamin atau antibiotik.
Pada dasarnya konsep penanganan kotoran di kolong kandang (pada kandang panggung dan kandang baterai, ) ada dua macam. Pertama, kotoran diambil secara periodik. Kedua, kotoran ayam dibiarkan menumpuk di kolong kandang sampai akhir periode pemeliharaan (satu siklus). Semuanya tergantung jenis ayam yang dipelihara (pedaging atau petelur), tinggi rendahnya kolong kandang, kondisi kotoran, dsb.
Untuk pemeliharaan ayam pedaging di kandang panggung, sebagian peternak memilih membiarkan kotoran menumpuk hingga satu siklus. Hal itu boleh-boleh saja dilakukan asalkan konstruksi kolong kandang dibuat tinggi. Kolong kandang yang tinggi akan menghasilkan kotoran yang lebih cepat kering dibandingkan kolong kandang yang konstruksinya pendek. Hal ini karena sirkulasi udaranya pasti lebih baik dan jangkauan sinar matahari ke kolong kandang juga bagus.
Sedangkan untuk pemeliharaan ayam petelur di kandang baterai atau panggung, sebaiknya peternak membersihkan kotoran secara periodik. Selain itu, jika kandang baterai dibuat lebar dengan lebih dari satu jalur (seperti kandang baterai yang disusun model “W” bukan “V”), maka kolong kandang baterai sebaiknya dibuat tinggi. Standarnya di atas 1,5 m.
Peternak ayam petelur juga bisa memasang amben (para-para) untuk membantu pengeringan kotoran ayam yang jatuh ke kolong kandang. Amben adalah tempat penampungan sementara kotoran ayam sebelum jatuh ke tanah dasar kolong. Amben dibuat dari bilah bambu, dipasang 90-100 cm di atas dasar kolong. Mekanismenya, kotoran dibiarkan berada di amben selama seminggu. Setelah itu amben dibalik sehingga kotoran yang hampir kering jatuh ke dasar kolong. Kotoran ayam dari amben tidak otomatis jatuh saat dibalik. Perlu digaruk dengan sekop agar amben bersih kembali. Meski amben tidak 100% menghilangkan keberadaan larva dari kotoran ayam, tetapi amben sangat membantu mengeringkan kotoran ayam.
Cara lain agar kotoran ayam di kolong cepat kering, peternak bisa menambahkan kapur halus sebelum dikeruk. Hindari menyimpan berkarung-karung kotoran di dekat kandang karena lama-kelamaan larva lalat akan berkembang di dalamnya sehingga suatu saat peternak harus mengeluarkan feses karungan tadi untuk dijemur ulang kembali. Selain itu, kotoran yang ditumpuk di bawah/samping kandang bisa menjadi sumber penularan penyakit. Secara umum, kotoran kering lebih menguntungkan bagi peternak ketimbang kotoran basah. Kotoran kering mudah/ringan saat dikeruk/dibersihkan. Hal ini tentu akan meringankan pekerjaan pegawai kandang.


BAB V

PENGOLAHAN LIMBAH TULANG AYAM


5.1       Pengertian Tulang dan Tepung Tulang

            Tulang atau kerangka adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Tersusun atas matriks organic keras yang diperkuat dengan endapan garam kalsium dan garam mineral lain dalam tulang.
Tulang merupakan komponen yang keras, sehingga hal inilah yang menyebabkan tulang tidak mudah diuraikan oleh decomposer, sehingga tulang tersebut menjadi limbah padat yang lebih dikenal sebagai sampah yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, perlu pengolahan lebih lanjut agar limbah tulang tidak menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah satu penangannya adalah dengan cara ditepungkan. Hal ini disebabkan tingginya kandungan mineral yang ada pada tulang, sehingga sayang apabila dibuang dengan percuma. Selain itu dengan cara pengolahan lebih lanjut pada limbah tulang ini akan memberikan nilai ekonomis.
Tepung tulang merupakan hasil penggilingan tulang yang telah dipisahkan dari kandungan  colagennya. Produk ini digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino. Tepung tulang berbentuk serpihan (tepung) berwarna coklat dengan tekstur yangkasar jika dirasakan, dengan aroma khas seperti daging sapi tapi ada juga yang tidak  berbau. Sekilas memang hampir mirip dengan tepung MBM tetapi kandungan nutrisiyang dimiliki jelas berbeda.

5.2       Proses Pembuatan Tepung Tulang

     Tepung tulang berasal dari tulang hewan ternak yang sehat (tidak memiliki virus atau penyakit seperti rabies, anthraks, dan penyakit lainnya yang membahayakan apabila dikonsumsi) dan yang telah dibersihkan dari sisa-sisa daging yang diproses sehingga dapat berbentuk tepung, berwarna coklat dengan tekstur kasar. Dalam pembuatan pakan, tepung tulang tidak terlalu banyak digunakan, dengan kata lain tepung tulang merupakan suatu pelengkap dalam pembuatan pakan guna melengkapi mineral yang ada dalam pakan.Biasanya tepung tulang digunakan sebagai pendamping bagi tepung ikan yang kaya protein karena mineral merupakan trace element yang tidak dibutuhkan terlalu banyak tetapi harus ada dalam ransum pakan (Aninda,2009).
Pembuatan tepung tulang juga merupakan upaya untuk mendayagunakan limbah tulang yang biasanya tidak terpakai dandibuang di rumah pemotongan hewan. Hasil-ikutan (by-products) ternak merupakan salah satu potensi dari subsektor peternakan yang sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan, khususnya untuk industri pangan. Tulang, tulang rawan dan daging dari sisa deboning di industri pangan hasil ternak dan rumah pemotongan ayam adalah contoh hasil-ikutan ternak yang cukup besar peluangnya untuk dapat diolah kembali menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi, selain itu tepung tulang juga merupakan sumber mineral yang mampu mencukupi kebutuhan asupan mineral terutama kalsium dalam tubuh.
Dalam pembuatan dibutuhkan beberapa alat dan bahan, yaitu:
§  Alat
1.      Keranjang dan semprotan air
Berfungsi untuk meletakkan tulang yang dicuci dengan semprotan air. Dasar wadah berlubang untuk meniriskan air.
2.      Wadah perendaman
Wadah  ini digunakan  sebagai tempat  merendam serpihan tulang, dapat berupa bak semen, bak serat gelas (fiber glass), baskom plastik, atau ember plastic.
3.      Mesin penggiling tulang
Alat ini digunakan untuk menggiling tulang hingga menjadi sepihan dengan ukuran 1~3 cm.
4.      Wadah perebusan
Alat ini digunakan untuk merebus tulang. Drum bekasyang dipotong dua dapat digunakan untuk keperluan ini.
5.      Wadah ekstraksi gelatin
Alat ini digunakan untuk merendam tulang padasuhu panas setelah tulang tersebut direndam dengan larutan kapur. Wadah initerbuat dari logam tahan karat, seperti aluminium dan stainless steel.

6.      Wadah penguapan larutan gelatin
Wadah ini digunakan untuk penguapanlarutan gelatin. Wadah ini terbuat dari logam tahan karat, seperti aluminiumdan stainless steel. Bentuknya berupa bak dangkal dengan permukaan yang luas.
7.      Kompor
Kompor digunakan untuk merebus tulang.
8.      Cetakan
Cetakan terbuat dari plat aluminium atau  stainless steel yangbersekat-sekat.untuk mencetak ekstrak gelatin.

§  Bahan
1.      Tulang ayam
2.      Larutan kapur 10%

5.3       Cara Pembuatan Tepung Tulang           

            Berikut akan dijelaskan langkah-langkah dalam pembuatan tepung tulang, yaitu:
1.      Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100oC, kemudian dihancurkan hingga menjadi serpihan sepanjang 1-3 cm. (perebusan ini berfungsi untuk mempermudah pemisahan tulang dengan daging liat yang sulit dilepas dari tulang).
2.      Serpihan tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan air tawar. Perendaman dalam air kapur dapat berfungsi untuk memperbaiki tekstur dari tulang supaya menjadi renyah. Dimana kerenyahan ini diperoleh karena kalsium dari larutan kapur berpenetrasi ke dalam jaringan tulang yang telah di giling menjadi lebih kompak dengan terbentuknya ikatan baru antara kalsium dengan senyawa- senyawa yang terdapat pada tulang (Aninda,2010)
3.      Pemisahan gelatin dengan pemanasan 3 tahap yaitu perebusan pada suhu 60oC 4 jam, suhu 70oC selama 4 jam, dan 100oC selama 5 jam.
4.      Tulang dikeringkan pada suhu 100oC sampa kadar air 5% dan digiling hingga menjadi tepung.
5.      Pengemasan dan penyimpanan tepung tulang dapat disimpan dalam karung / kantong plastic.


BAB VI

PEMANFAATAN LIMBAH TEPUNG TULANG


6.1       Manfaat Utama Tepung Tulang

     Menurut anonymous (2011) tepung tulang secara umum memiliki kandungan sebagai berikut:
·   Protein : 25,54%
·   Lemak : 3,80%
·   Serat : 1,80%
·   Air : 5,52%
·   Kalsium : 46,34%
·   Phosphat : 17%

Dilihat dari kandungan nutrisinya, tepung tulang banyak mengandung kalsium, sehingga manfaat dari tepung tulang tidak lepas dari peranan kalsium, yaitu berperan dalam pembentukan tulang, sisik serta sirip khususnya pada ikan serta menjaga dari kekeroposan akibat asupan kandungan mineral yang minim dari pakan ternak yang lebih kaya akan protein. Perpaduan dari formulasi pakan ini sangat menguntungkan karena pada pakan mengandung banyak  protein yang akan  berperan dalam penyerapan kalsium ke dalam mukosa usus, karena transportasi kalsium melalui sel usus terjadi secara difusi melalui jasa protein dari ransum pakan tersebut (Kaup,1991)
Didalam  tubuh manusia kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation terbanyak, yaitu sekitar 1,5-2% dari keseluruhan berat tubuh. Kalsium dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh, serta berperan dalam kegiatan penting seperti membantu pengaturan transport ion – ion lainnya kedalam maupun keluar membrane, penerimaan dan interpretasi pada impuls saraf , pembekuan darah dan pemompaan darah, kontraksi otot, menjaga keseimbangan hormone dan katalisator pada reaksi biologis (Almatsier, 2002; Whitney dan Hamilton, 1987).
World health organization merekomendasikan jumlah asupan kalsium perhari yang dianjurkan untuk orang dewasa  sekitar 400-500mg, tetapi bila konsumsi proteinnya tinggi, dianjurkan mengkonsumsi 700-800 mg. untuk anak-anak dan remaja lebih tinggi asupannya dan untuk wanita hamil/ menyusui dianjurkan mengkonsumsi 1200 mg (Whitney dan Hamilton,1987). Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari untuk menghindari kondisi hiperkalsiura (kadar kalsium di urin melebihi 300 mg/hari). Dan kebutuhan akan tepung tulang sebagai campuran pakan  hanya sedikit,. Hal ini dikarenakan peranan dari tepung tulang hanya sebagai sumber mineral dan bukan sebagai pertumbuhan pada ternak. Penggunaan tepung tulang ini hanya sekitar 2,5 – 10% dalam formula  pakan, apabila digunakan secara berlebihan maka akan menurunkan selera makan pada ternak (Trilaksani,2006)

6.2       Pemanfaatan Lain Tepung Tulang

Penggunaan tepung tulang yang umumnya digunakan dalam pakan ikan ternyata juga dapat dijadikan produk yang dapat dikonsumsi oleh manusia juga antara lain sebagai bahan tambahan pada bakso. Bakso merupakan salah satu makanan yang banyak digemari oleh masyarakat. Bakso sangat populer di Indonesia, tempat yang terkenal menjadi sentra bakso adalah Solo dan Malang. Semua golongan umur menyukai makanan tersebut, yaitu mulai dari golongan anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua pun menyukai kelezatan bakso.
Sehingga pemanfaatan limbah tulang sebagai sumber kalsium merupakan salah satu alternatif yang tepat dalam rangka menyediakan sumber pangan kaya kalsium yang lebih murah, mudah didapat dan tentu saja mudah diabsorbsi serta mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan. Salah satu upaya pengolahan tulang ayam tersebut adalah dengan mensubtitusi pada makanan yang banyak digemari masyarakat.  Bakso atau baso adalah makanan berupa bola daging yang umumnya dibuat dari campuran daging sapi dan tepung.
Dalam Annual Report of IC Biotech Osaka University tahun 1994 dijelaskan bahwa nilai gizi bakso sapi berdasarkan berat kering adalah 16,80%-49,53% protein, 4,18%-20,21% lemak, 35,52%- 56,18% karbohidrat, 6,52%-11,05% abu, dan 5,14%-8,25% NaCl Berdasarkan data tersebut, kandungan bakso yang kurang memenuhi kebutuhan kalsium. Oleh karena itu, penambahan tepung tulangsebagai bahan campuran pembuatan bakso merupakan solusi yang tepat untuk menambah nilai gizi bakso yang kurang akan kalsium.
Penggunaan tepung tulang ayam diduga akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih besar jika tepung difortifikasi ke dalam bahan makanan yang lain terutama yang kandungan asam amino lisin dan arginin, laktosa tinggi disertai asupan vitamin D yang seimbang.
Dalam penyerapan kalsium dibutuhkan kandungan protein untuk membantu proses penyerapan kalsium. Lisin merupakan salah satu dari sembilan asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Lisin yang terkandung dalam pakan ternak termasuk dalam asam amino yang sangat berguna dalam pertumbuhan dan  perkembangan tulang, dimana lisin dapat membantu proses penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh dan memelihara tubuh agar tidak terlalu berlemak. Lisin juga dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen juga perbaikan jaringan. Tak kalah pentingnya, lisin bisa melindungi anak dari cold sore dan virus herpes.
Melihat sederet fungsi vital tersebut dan mengingat lisin tidak bisa diproduksi oleh tubuh, maka mesti dipastikan jumlah lisin dari makanan harus mencukupi kebutuhan tubuh.
Dikarenakan lisin merupakan salah satu jenis asam amino non esensial dimana tidak diproduksi oleh tubuh maka kandungan lisin ini diperoleh dari asupan makanan lain seperti daging sapi. Dimana daging sapi merupakan golongan daging merah dengan kandungan protein yang tinggi, selain itu daging sapi pada umumnya memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Dan vitamin D bekerja pada mineralisasi tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan, sehingga kadarnya di dalam darah meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan dengan mendorong penyimpanannya oleh ginjal. Sumber-sumber makanan dari vitamin D, antara lain: telur, hati, dan ikan. Seperti halnya susu dan margarine yang diperkaya dengan vitamin D.
Sehingga berdasarkan deskripsi tersebut maka disarankan penggunaan tepung tulang sebagai bahan yang difortifikasikan dalam pembuatan bakso.
Dalam pembuatan bakso, tepung tulang digunakan sebagai bahan campuran bakso di samping  penggunaan tepung tapioca. Bakso yang dihasilkan rasanya enak, teksturnya bagus dan memiliki tambahan nilai gizi kalsium jika dibandingkan dengan bakso pada umumnya. Dalam pendistribusianya, bakso memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan makanan lain. Pertama, bakso merupakan makanan yang banyak digemari.
Semua golongan umur menyukai makanan tersebut, yaitu mulai dari golongan anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua pun menyukai kelezatan bakso. Kedua, Bakso adalah makanan yang cocok di segala musim Ketiga, bakso merupakan salah satu makanan yang mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai lauk yang dimakan dengan nasi (atau lontong) dan dapat dimakan langsung tanpa nasi. Semua tentunya disesuaikan dengan selera masing-masing pihak yang hendak menyantap makanan tersebut. Keempat, untuk dapat menikmati bakso tidaklah begitu sukar. Bakso sering dijumpai di tempat-tempat umum, yaitu mulai dari daerah pedesaan yang masih banyak dijumpai makanan hasil olahan secara tradisional, sampai daerah pusat perkotaan.
Untuk menikmati santapan tersebut kita juga bisa hanya menunggu di rumah, karena banyak juga pedagang bakso keliling yang menjajakan bakso hampir di setiap daerah. Dari keempat alasan tersebut, bakso merupakan makanan yang cocok sebagai makanan yang difortifikasikan dengan tulang ikan.
Di samping kandungan bakso sangat mendukung terhadap penyerapan kalsium untuk tubuh, bakso juga terdistribusikan dengan baik dan mudah kepada konsumen. Dengan demikian, masyarakat mudah mendapat tambahan asupan gizi kalsium dari hasil olahan limbah yang selama ini tidak dimanfaatkan.

BAB VII

PENUTUP

7.1       Kesimpulan

                Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan tepat. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran, tulang, darah dan bulu ternak masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk organik, gas bio, tepung tulang dan briket energi.
Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis.

7.2       Saran

Mohon maaf apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA