BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mikroorganisme adalah sebuah
organisme kehidupan yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang.
Ukuran yang digunakan untuk mikroorganisme adalah mikrometer (µ m); 1 µ m =
0.001 milimeter; 1 nanometer (nm) = 0.001 µ m.
Semakin
modern kehidupan kita sekarang ini, maka pemanfaatan teknologi juga semakin
tinggi. Tidak hanya dalam bidang industry melainkan dalam bidang pendidikan,
pertanian, sampai bidang pangan. Teknologi juga telah menyentuh pada bidang
pemanfaatan biologi dalam teknologi atau yang biasa disebut bioteknologi.
Sejatinya
bioteknologi berasal dari kata “Bio” dan “teknologi”. Definisi bioteknologi
adalah pemanfaatan organisme hidup untuk menghasilkan produk dan jasa yang
bermanfaat bagi manusia. Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah
yang menggunakan makhluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa guna
kepentingan manusia.
Ilmu-ilmu
pendukung dalam bioteknologi meliputi mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi
sel, teknik kimia, dan enzimologi. Dalam bioteknologi biasanya digunakan
mikroorganisme atau bagian-bagiannya untuk meningkatkan nilai tambah suatu
bahan. Dalam bioteknologi meliputi penggunaan bakteri, jamur serta kultur -
kultur tumbuhan dan hewan ( termasuk teknik hidroponik dan kultur jaringan ).
Bioteknologi
dapat digolongkan menjadi bioteknologi konvensional / tradisional dan modern.
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan
mikroorganisme untuk memproduksi alkohol, asam asetat, gula, atau bahan
makanan, seperti tempe, tape, oncom, dan kecap.
Bioteknologi
konvensional disebut juga sebagai bioteknologi sederhana. Disebut demikian
mungkin karena bioteknologi jenis ini dikerjakan secara sederhana, bisa
menggunakan peralatan sederhana. Di samping itu, ada juga yang menyebutnya
sebagai bioteknologi kuno. Disebut demikian, mungkin karena bioteknologi jenis
ini sudah dikenal dan dikerjakan oleh manusia 6000 tahun sebelum masehi dengan
memanfaatkan kemampuan fermentasi mikroba tertentu .
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli telah mulai lagi mengembangkan
bioteknologi dengan memanfaatkan prinsip-prinsip ilmiah melalui penelitian.
Dalam bioteknologi modern orang berupaya dapat menghasilkan produk secara
efektif dan efisien. Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan
pada manipulasi atau rekayasa DNA, selain memanfaatkan dasar mikrobiologi dan
biokimia. Aplikasi bioteknologi modern juga mencakup berbagai aspek kehidupan
manusia, misalnya pada aspek pangan, pertanian, peternakan, hingga kesehatan
dan pengobatan. Dewasa ini, bioteknologi tidak hanya dimanfaatkan dalam
industri makanan tetapi telah mencakup berbagai bidang, seperti rekayasa
genetika, penanganan polusi, penciptaan sumber energi, dan sebagainya. Dengan
adanya berbagai penelitian serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka bioteknologi makin besar manfaatnya untuk masa-masa yang akan datang.
Dari
semakin banyaknya pemanfaatan bioteknologi, kami terusik untuk membahas
penggunaan bioteknologi dalam bidang teknologi biogas. Apakah dengan penggunaan
bioteknologi tersebut malah semakin banyak manfaat baik yang didapat ataukah
sebaliknya, malah banyak pula dampak negative yang diperoleh. Untuk itulah kami
tergugah untuk membuat makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Biogas?
2. Mikroorganisme
apa saja yang berperang dalam pembuatan Biogas?
3. Bagaimana
tahapan pembuatan Biogas?
4. Apa
saja yang mempengaruhi proses pembuatan Biogas?
5. Apa
manfaat Biogas?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang pemanfaatan
Mikroorganisme dalam biogas dan sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Mikrobiologi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Biogas
Biogas
adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan bahan
organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi
kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk
menghasilkan biogas. Meski demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk
padat maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti babi dan
sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana.
Alternatif
bahan bakar masa depan untuk menggantikan minyak selain gasohol adalah biogas.
Biogas dibuat melalui fase anaerob dalam fermentasi limbah kotoran organisme.
Pada fase anaerob akan dihasilkan gas metana (biogas) yang mudah terbakar dan
digunakan untuk bahan bakar. Biogas merupakan salah satu sumber energi
alternatif yang berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir. Teknologi pembuatan
biogas memanfaatkan kotoran organik, baik itu kotoran hewan maupun sampah
sayuran dan tumbuhan dengan memanfaatkan bakteri anaerobik yang terdapat dalam
kotoran tersebut untuk proses fermentasi.
Teknologi
biogas sebenarnya bukan sesuatu hal yang baru. Berbagai negara telah
mengaplikasikan teknologi ini sejak puluhan tahun yang lalu seperti petani di
Inggris, Rusia dan Amerika serikat. Sementara itu di Benua Asia, India
merupakan negara pelopor dan pengguna biogas sejakÿ tahun 1900 semasa masih
dijajahÿ Inggris, negara tersebut mempunyai lembaga khusus yang meneliti
pemanfaatan limbah kotoran ternak yang disebut Agricultural Research
instututeÿ dan Gobar Gas Research Station, Lembaga
tersebut pada tahun 1980 sudah mampu membangun instalasi biogas sebanyak 36.000
unit. Selain negara negara tersebut diatas, Taiwan, Cina, Korea juga telah
memanfaatkan kotoran ternak sebagai bahan baku pembuatan biogas.
Sampai
tahun 1997 negara yang paling, maju dalam aplikasi teknologi ini adalah india,
keuntungan teknologi ini dibanding sumber energi alternatif yang lain adalah:
Menghasilkan gas yang dapat digunakan untuk kebutuhan sehari hari , kotoran
yang telah digunakan untuk menghasilkan gas dapat digunakan sebagal pupuk
organik yang sangat baik. Dapat mengurangi kadar bakteri patogen yang terdapat
dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit bila kotoran hewan atau sampah
tersebut ditimbun begitu saja, yang paling utama yaitu bisa mengurangi
permasalahan penanggulangan sampah atau kotoran hewan menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan sudah saatnya pula kita berfikir dan berusaha mengembangkan
kreatifitas untuk mengembangkan energi alternatip dari kotoran ternak ini
sebagai biogas, karena sudah banyak hasil penelitian ilmiah yang berhasil.
Kegiatan yang harus kita lakukan sekarang adalah mengaplikasikan hasil
penelitian tersebut untuk kepentingan masyarakat.
Biogas
dihasilkan apabila bahan bahan organik terdegradasi senyawa-senyawa
pembentuknya dalam keadaan tanpa oksigen atau biasa disebut kondisi anaerobik.
Dekomposisi anaerobik ini biasa terjadi secara alami di tanah yang basah,
seperti dasar danau, dan di dalam tanah pada kedalaman tertentu. Proses
dekomposisi lini dilakukan oleh bakteri bakteri dan mikroorganisme yang hidup
di dalam tanah. Dekomposisi anaerobik dapat menghasilkan gas yang mengandung
sedikitnya 60% metan. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas dengan nilai
heating value sebesar 39 MJ/m3 kotoran. Biogas dapat dihasilkan dari
dekomposisi sampah organik seperti sampah pasar, daun daunan, dan kotoran hewan
yang berasal dari sapi, babi, kambing, kuda, atau yang lainnya, bahkan kotoran
manusia sekalipun. Gas yang dihasilkan memiliki komposisi yang berbeda
tergantung dari jenis hewan yangmenghasilkannya.
Proses
pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya gas
metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu
digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas karbon
dioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2),
gas nitrogen (N2) dan gas hydrogen sulfida (H2S). Proses
fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan
suhu optimum 35 oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9.
Bakteri pembentuk biogas yang digunakan yaitu bakteri anaerob seperti Methanobacterium,
Methanobacillus, Methanococcus dan Methanosarcina (Price and Paul, 1981).
Biogas
yang dibuat dari kotoran ternak sapi mengandung gas CH4 sebesar 55 –
65 %, gas CO2 sebesar 30 – 35 % dan sedikit gas hidrogen (H2),
gas nitrogen (N2) dan gas – gas lain. Panas yang dihasilkan sebesar
600 BTU/cuft. Sedangkan, biogas yang dibuat dari gas alam mengandung gas CH4
sebesar 80 % dengan panas sebesar 1000 BTU/cuft. Kandungan gas CH4
dari biogas dapat ditingkatkan dengan memisahkan gas CO2 dan gas H2S
yang bersifat korosif .
Reaksi
pembentukan metana (Price and Paul, 1981) dari bahan – bahan organik yang
dapat terdegradasi dengan bantuan enzim maupun bakteri dapat dilihat sebagai
berikut:
Hasil
penguraian senyawa organik yang dijadikan sumber energi adalah gas CH4
(metana); disamping itu dihasilkan gas CO2. penguraian senyawa
organik ini memanfaatkan 3 kelompok mikroba sehingga menghasilkan gas metana:
2.2 Bakteri yang Membantu Pembuatan Biogas
Dalam
pembuatan biogas ada beberapa Bakteri yang sangat membantu, Yaitu :
- Kelompok bakteri fermentatif, yaitu Streptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobacteriaceae.
- Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Kethanobacillus dan Desulfovibrio.
- Kelompok bakteri metana, yaitu Methanobacterium, Methanobacillus, dan Methanococcus
Ketiga kelompok bakteri
tersebut bekerja sama dalam pembentukan biogas, walaupun yang mendominasi
fermentasi metana adalah jenis Methanobacterium.
Gambar : Methanobacterium
2.3 Tahapan Pembuatan Biogas oleh Bakteri:
Terdapat
beberapa tahap yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok
bakteri yang lain. Berikut ini merupakan tahapan dalam proses pembentukan
biogas :
1. Hidrolisis
Hidrolisis
merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi
senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik seperti
karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi menjadi senyawa dengan rantai
pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana. Kelompok bakteri
hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae
yang melakukan proses ini. Pada tahap ini bahan yang tidak larut seperti
selulosa, polisakarida dan lemak diubah menjadi bahan yang larut dalam air
seperti karbohidrat dan asam lemak. Tahap pelarutan berlangsung pada suhu 25o
C di digester

Gambar : Steptococci
2. Asidogenesis
Asidogenesis
adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen, Desulfovibrio,
pada tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam
lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format. Pada tahap ini,
bakteri asam menghasilkan asam asetat dalam suasana anaerob. Tahap ini
berlangsung pada suhu 25o C di digester.
Reaksi:

Gambar :
Desulfovibrio
3. Metanogenesis
Metanogenesis
ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan
seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria,
dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek
menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami
dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2
dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2). Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas
metana secara perlahan secara anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari
dengan suhu 25o C di dalam digester. Pada proses ini akan
dihasilkan 70% CH4, 30 % CO2, sedikit H2 dan H2S
.
Reaksi:
Biogas
merupakan suatu gas methan yang terbentuk karena proses fermentasi secara
anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau Methanobacterium disebut juga
bakteri anaerobik.

Gambar :
Methanobacterium
dan bakteri biogas yang
mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa)
sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan
energi panas.
Gas
methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh
bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang
mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa)
sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan
energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara
alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan
sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat, (Kompas, 17 Maret 2005). Gas methan sama dengan gas elpiji
(liquidified petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu
atom C, sedangkan elpiji lebih banyak.
Kebudayaan
Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang
dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas
bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta
(1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang
dapat terbakar tersebut sebagai methan. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan
Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada
akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan
Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit
pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II
banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan
biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin
murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa
ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi
yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India
telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun
pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural
Asia, 1981).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi
Pembuatan Biogas
Proses
pembuatan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Temperatur/Suhu
Suhu
udara maupun suhu di dalam tangki pencerna mempunyai andil besar di dalam
memproduksi biogas. Suhu udara secara tidak langsung mempengaruhi suhu di dalam
tangki pencerna, artinya penurunan suhu udara akan menurunkan suhu di dalam
tangki pencerna. Peranan suhu udara berhubungan dengan proses dekomposisi
anaerobik (Yunus, 1991).
b. Ketersediaan Unsur Hara
Bakteri
anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen,
fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt (Space and McCarthy
didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari
konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila
terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri.
Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan
industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah
pertumbuhan di dalam digester (Gunerson and Stuckey, 1986).
c. Derajat Keasaman (pH)
Peranan
pH berhubungan dengan media untuk aktivitas mikroorganisme. Bakteri-bakteri
anaerob membutuhkan pH optimal antara 6,2 – 7,6, tetapi yang baik adalah 6,6 –
7,5. Pada awalnya media mempunyai pH ± 6 selanjutnya naik sampai 7,5. Tangki
pencerna dapat dikatakan stabil apabila larutannya mempunyai pH 7,5 – 8,5.
Batas bawah pH adalah 6,2, dibawah pH tersebut larutan sudah toxic, maksudnya
bakteri pembentuk biogas tidak aktif. Pengontrolan pH secara alamiah dilakukan
oleh ion NH4+ dan HCO3-. Ion-ion ini akan menentukan besarnya pH.
d. Rasio Carbon Nitrogen (C/N)
Proses
anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan
nitrogen secara bersamaan. CN ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua
elemen tersebut. Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah
nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30
(C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses
pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung.
Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan
menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (C/N
ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses
fermentasi berhenti.
e. Kandungan Padatan dan Pencampuran
Substrat
Walaupun
tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di dalam bahan
secara berangsur – angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang
berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang terpenting untuk
proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan
menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna. Hal yang paling
penting dalam pencampuran bahan adalah menghilangkan unsur – unsur hasil
metabolisme berupa gas (metabolites) yang dihasilkan oleh bakteri metanogen,
mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses fermentasi merata,
menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna, menyeragamkan kerapatan
sebaran populasi bakteri, dan mencegah ruang kosong pada campuran bahan.
2.5 Manfaat Biogas
Manfaat
pembuatan biogas dari kotoran ternak antara lain :
1.
Gas yang dihasilkan dapat mengganti fuel seperti LPG atau natural gas.
Pupuk sapi yang dihasilkan dari satu sapi dalam satu tahun dapat dikonversi
menjadi gas metana yang setara dengan lebih dari 200 liter gasoline.
2.
Gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk sumber energi menyalakan lampu, dimana
1 m3 biogas dapat digunakan untuk menyalakan lampu 60 Watt selama 7
jam. Hal ini berarti bahwa 1m3 biogas menghasilkan energi = 60 W x 7
jam = 420 Wh = 0,42 kWh.
3.
Limbah digester biogas, baik yang padat maupun cair dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada
proses pembuatan biogas dilakukan secara fermentasi yaitu proses terbentuknya
gas metana dalam kondisi anaerob dengan bantuan bakteri anaerob di dalam suatu
digester sehingga akan dihasilkan gas metana (CH4) dan gas karbon
dioksida (CO2) yang volumenya lebih besar dari gas hidrogen (H2),
gas nitrogen (N2) dan gas hydrogen sulfida (H2S). Proses
fermentasi memerlukan waktu 7 sampai 10 hari untuk menghasilkan biogas dengan
suhu optimum 35 oC dan pH optimum pada range 6,4 – 7,9.
Bakteri
pembentuk biogas yang digunakan yaitu bakteri anaerob seperti Methanobacterium,
Methanobacillus, Methanococcus dan Methanosarcina. Terdapat beberapa tahap
yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain.
Tahapan dalam proses pembentukan biogas : Hidrolisis, Asidogenesis, dan
Metanogenesis.
Pengolahan
kotoran ternak menjadi biogas selain menghasilkan gas metan untuk memasak juga
mengurangi pencemaran lingkungan, menghasilkan pupuk organik padat dan pupuk
organik cair dan yang lebih penting lagi adalah mengurangi ketergantungan
terhadap pemakaian bahan bakar minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini penulis sampaikan, semoga dapat
menambah wawasan tentang Pemanfaatan Mikroorganisme pada Biogas bagi pembaca.
Penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna, masih terdapat kekurangan di
sana-sini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca, demi lebih sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
biobakteri.wordpress.com/2009/06/07/8-biogas.html
endarwati-uny.blogspot.in/2006/08/bakteri-untuk-biogas.html